17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Dr Sahardjo SH

Dr Sahardjo SH merupakan seorang pahlawan nasional yang berjasa besar dalam dunia hukum dalam negeri. Sahardjo merupakan salah seorang perumus pasal demi pasal dalam UUD 1945, UU Kewarganegaraan 1947 dan 1958, serta UU Pemilihan Umum 1953. Dr Sahardjo SH juha merupakan pengusul istilah pemsyarakatan dan narapidana untuk menggantikan istilah penjara dan orang yang terhukum.


zoom-inlihat foto
sahardjo.jpg
tokoh.id
Pahlawan Nasional, Dr Sahardjo, SH

Dr Sahardjo SH merupakan seorang pahlawan nasional yang berjasa besar dalam dunia hukum dalam negeri. Sahardjo merupakan salah seorang perumus pasal demi pasal dalam UUD 1945, UU Kewarganegaraan 1947 dan 1958, serta UU Pemilihan Umum 1953. Dr Sahardjo SH juha merupakan pengusul istilah pemsyarakatan dan narapidana untuk menggantikan istilah penjara dan orang yang terhukum.




  • Informasi Awal #


TRIBUNNEWSWIKI.COM – Dr Sahardjo SH merupakan seorang pahlawan nasional yang berjasa besar dalam dunia hukum dalam negeri.

Sahardjo merupakan salah seorang perumus pasal demi pasal dalam UUD 1945, UU Kewarganegaraan 1947 dan 1958, serta UU Pemilihan Umum 1953.

Dr Sahardjo SH juha merupakan pengusul istilah pemsyarakatan dan narapidana untuk menggantikan istilah penjara dan orang yang terhukum.

Sahardjo juga yang mengusulkan lambang Kehakiman dan Kejaksaan menggunakan gambar pohon beringin, bukan Dewi Keadilan yang akrab dengan timbangan, pedang, dan mata tertutupnya.

Pohon Beringin dinilai lebih sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia.

Filosofi Pohon Beringin adalah dapat memberikan perlindungan tanpa memberikan balas jasa, dipandang sejalan dengan hukum keadilan, dan sebagai tempat berlindung seseorang.

Sahardjo terakhir menjabat sebagai Wakil Menteri Pertama Bidang dalam Negeri.

Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Sektretaris Jendral Departemen Kehakiman, Menteri Muda Kehakiman dalam Kabinet Kerja I dan Menteri Kehakiman dalam Kabinet Kerja II.

Sahardjo juga pernah bergabung di Partindo saat memulai karier di bidang politik sebagai Pengurus Besar. (1)

Baca: PAHLAWAN NASIONAL - Muwardi

Baca: PAHLAWAN NASIONAL - Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo

  • Kehidupan Pribadi #


Dr Sahardjo SH merupakan seorang pahlawan nasional yang lahir di Solo pada 26 Juni 1909.

Sahardjo merupakan putra sulung Radeng Ngabei Sastroprayitno, seorang pegawai atau abdi dalem di Keraton Surakarta.

Sahardjo dikenal sebagai sosok laki-laki dengan pembawaan halus, tenang, dan sederhana.

Sahardjo menikah dengan seorang perempuan bernama Siti Nuraini.

Ia meninggal di Jakarta pada 13 November 1963 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Utama Kalibata, Jakarta Selatan. (2)

Sahardjo1
Pahlawan Nasional, Dr Sahardjo SH (Wikimedia)

  • Riwayat Pendidikan #


Karena kedudukan ayahnya yang cukup tinggi, Sahardjo memiliki akses untuk mengenyam pendidikan di Eoropese Lagere School (ELS), sebuah sekolah setingkat SD yang hanya menerima murid-murid keturunan Belanda dan anak-anak pegawai tinggi Pemerintahan Hindia Belanda dan Pemerintahan Kerajaan Jawa.

Sahardjo tamat dari ELS pada 1922 dan kemudian melanjutkan ke STOVIA, sebuah sekolah dokter di Batavia (sekarang Jakarta).

Namun hanya bertahan sekitar setahun, Sahardjo merasa bidang kedokteran tidak sesuai dengan dirinya.

Hal tersebut karena ia tidak tahan melihat darah.

Menyadari tidak berbakat menjadi seorang dokter, Sahardjo kemudian pindah ke AMS bagian B yang kemudian dapat diselesaikannya tepat waktu.

Mengantongi ijazah AMS sebenarnya sudah cukup untuk menjadikan Sahardjo sebagai seorang pegawai negeri, namun ia tidak berminat untuk itu.

Sahardjo kemudian melanjutkan kuliah di sekolah tinggi hukum Rechts Hoge School (RHS), setelah sebelumnya ia bekerja sebagai guru di sebuah Perguruan Rakyat.

Meski Sahardjo tergolong anak yang cerdas, namun pendidikannya di RHS tidak dapat dikatakan lancar.

Merangkap sebagai pengajar di Perguruan Rakyat serta persoalan biaya menjadi hambatannya untuk kuliah di RHS.

Bahkan di tahun kedua, Sahardjo hampir memutuskan untuk berhenti kuliah.

Namun berkat bantuan tunangannya, Siti Nuraini, hingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dan berhasil meraih gelar sarjana hukum.

Siti Nuraini sendiri sebelumnya merupakan siswa kelas tertinggi di tempat Sahardjo mengajar.

Sahardjo tertarik pada Siti Nuraini karena keahliannya dalam membaca puisi berbahasa Prancis.

Pertemuan itu menjalin cinta kasih dan saling berjanji akan hidup bersama.

Oleh karena itu Nuraini pun merasa ikut bertanggung jawab dalam pembiayaan sekolah calon suaminya. (3)

Baca: PAHLAWAN NASIONAL - Soepeno

Baca: PAHLAWAN NASIONAL - Prof. DR. Moestopo

  • Riwayat Karier #


Selepas Sahardjo lulus dari AMS bagian B pada 1927, kaum terpelajar Indonesia sedang mendengung-dengungkan perjuangan menuntut kemerdekaan, khususnya setelah berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Soekarno.

Kaum terpelajar, terutama yang sudah sedikit banyak mengikuti pergerakan pemuda, tertarik kepada perjuangan kemerdekaan bangsanya.

Demikian dengan Sahardjo yang sewaktu di AMS B telah bergabung bersama Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dengan aktif.

Sahardjo tertarik untuk mengabdikan dirinya kepada perjuangan bangsanya.

Oleh karena itu, ia tidak mencari pekerjaan untuk menjadi pegawai negeri, tetapi justru bergabung dengan Perguruan Rakyat (PR) yang didirikan oleh kaum pergerakan.

PR memang didirikan oleh orang-orang PNI dibawah pimpinan Dr Moh Nazief SH dengan wakil ketua Prof Sunario SH, bekas Menteri Luar Negeri.

Ada juga anggota pengurus lainnya seperti Sartono SH, Moh. Husni Thamrin, dan RMAA Kusumoutoyo, keduanya merupakan anggota Volksraad (Dewan Rakyat).

Para guru PR antara lain Prof M Yamin SH, Dr AK Gani, Prof Dr Juned Pusponegror, Suyitno Mangunkusumo, Prof Sugarda Purbakawaca (Rektor Universitas 17 agustus), Suwiryo, Mr Amir Syaifuddin, Sugondo Joyoprapudpito, Latief Hendraningrat dan sebagainya yang semuanya merupakan tokoh pergerakan kebangsaan.

Suhardjo mengajar dibagian Persiapan untuk Perguruan Tinggi (POPTI ) dan Perguruan Umum Pendidik (POP).

Sahardjo hanya menerima Imbalannya f 22,50 yang dibayar dengan cicilan 3 x f 7.50.

Itupun dengan risiko sewaktu-waktu dapat ditangkap oleh polisi, karena gerak gerik orang-orang PR senantiasa dalam pengawasan PID (Intel Hindia Belanda).

Selain mengajar di PR, Sahardjo juga memperoleh kepercayaan di Partai Indonesia (Partindo) untuk membimbing dan menguji calon-calon anggota pengurus Partindo di Jawa Barat.

Semangat belajar Sahardjo senantiasa menyala-nyala.

Keinginannya menjadi ahli hukum membawanya ke bangku kuliah di RHS dan setelah susah payah akhirnya berhasil meraih gelar sarjana hukumnya pada 1941.

Setelah tamat dan meraih gelar Mr (Meester in de Rechten), Sahardjo kemudian bekerja di Departemen van Justisi (Kehakiman) Pemerintah Hindia Belanda.

Empat tahun kemudian, ketika masa penjajahan Jepang, Sahardjo menjadi wakil Kepala Kantor Kehakiman yang dipimpin oleh Prof Mr Dr Supomo.

Namun delapan bulan kemudian, ia kembali di tarik ke Kantor Kehakiman Jakarta.

Sebagai seorang ahli, Sahardjo mengembangkan bakat dan kepandaiannya dan memperoleh kesempatan baik setelah Proklamasi Kemerdekaan.

Ia dekat dengan Prof Mr Dr Supomo yang merupakan ketua Gabungan Ahli Hukum dan mendapat tugas merencanakan organisasi departemen-departemen Pemerintah RI.

Sahardjo ditunjuk menjadi anggota Panitia Perencana yang bertugas merencanakan pasal demi pasal Undang-undang Dasar RI.

Sahardjo juga ikut hijrah ke Yogyakarta bersama Pemerintah RI pada permulaan tahun 1946.

Selama 10 tahun ia memegang jabatan Kepala Bagian Hukum dan Tatanegara dalam Kementerian Kehakiman.

Selama menjadi Kepala Bagian Hukum Tatanegara Kementerian Kehakiman, Sahardjo banyak menghasilkan peraturan maupun undang-undang, antara lain Undang-undang Kewarganegaraan Indonesia pada 1947 dan 1958 dan Undang-undang Pemilihan Umum pada tahun 1953.

Pada 1950 menjelang berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) pada ia bertugas merencanakan UUD RIS.

Perannya yang tidak kalah penting ialah perubahan bagian ke-3 UUD RIS yang berbunyi: ”Bahwa Negara yang berbentuk Republik Kesatuan itu sesungguhnya tidak lain dari pada Negara Indonesia yang kemerdekaanya diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945”.

Hasil pemikiran Sahardjo membawa penjelasan mengenai hakikat Negara Republik Indonesia.

Penjelasan itu menolak pendapat bahwa Negara RI hadiah Koferensi Meja Bundar (KMB) antara Belanda dengan Indonesia.

Pada 1958, Sahardjo diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Kehakiman, kemudian setelah Presiden mendekritkan kembali ke UUD 1945 pada tanggal 5 Mei 1959, ia diangkat menjadi Menteri Kehakiman dalam Kabinet Kerja I.

Sahardjo juga tetap menjadi Menteri Kehakiman dalam Kabinet Kerja II, dan III pada tahun 1962, bahkan diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri bidang Dalam Negeri yang bertugas mengoordinir Departemen Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah.

Setelah pindah ke Yogyakarta, Ibu Sahardjo terpaksa tinggal di Solo dengan anak-anaknya.

Sahardjo sendiri tinggal di Yogyakarta dalam sebuah pavilyun dengan cuma-cuma atas kedermawanan pemiliknya yang juragan batik.

Tiap Sabtu ia pulang ke Solo untuk berkumpul dengan anak istrinya.

Siti Nuraini Sahardjo berusaha membuka warung kecil menjual lilin dan kecap.

Terkadang Sahardjo juga ikut menunggu warung istrinya, dengan hasil warung yang tak seberapa terbantulah keperluan rumah tangganya.

Tidak jarang keadaan memaksa istrinya menjual barang-barang miliknya sampai kepada perhiasannya yang tak dapat dikatakan cukup.

Seringkali terjadi adegan yang mengharukan antara Sahardjo sebagai Sekjen Kementeran Kehakiman dengan sekretarisnya Nyonya Rusiah Sardjono yang pernah menjadi Menteri Sosial.

Kejadian itu antara lain ketika Sahardjo datang ke kantor belum sarapan karena makan paginya hanya cukup untuk anak-anaknya.

Karena itu Rusiah Sardjono memesankan makanan paginya dari kantin Kementrian itu.

Semua itu menunjukkan betapa sederhana hidup Sahardjo dengan keluarganya.

Kesederhanaan itu didukung juga oleh wataknya yang konsekuen.

Sahardjo sangat teguh dalam memegang sumpah jabatan.

Sedikit pun tidak mau menyimpang dari sumpah itu, meskipun seperti kata peribahasa mesti mati kering.

Dalam hidup yang sangat sederhana dan jauh di bawah ukuran kedudukannya, Sahardjo tetap bersemangat menunaikan tugasnya, bahkan tetap kreatif dalam menciptakan berbagai hal yang hingga sekarang dipakai oleh pemerintah dan masyarakat.

Istilah ’Narapidana’ sebagai pengganti ’orang terhukum’ adalah ciptaan Sahardjo sewaktu ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman (1959 -1962).

Istilah ’penjara’ juga diganti menjadi ‘pemasyarakatan’.

Lambang Departemen Kehakiman yang hingga sekarang dipakai, adalah ciptaan Sahardjo juga.

Lambang Hukum yang semula berupa Dewi keadilan, Themis yang matanya ditutup, sedang tangannya yang satu memegang pedang dan tangan lainnya memegang timbangan juga diganti.

Lambang itu berasal dari barat yang tidak lain adalah warisan Kolonial.

Sahardjo berpendapat lambang itu tidak sesuai dengan sifat ketimuran Indonesia, maka ia menciptakan lambang baru yang berupa Pohon Beringin sebagai lambang pengayoman (perlindungan).

Hal ini lebih menyentuh rasa perasaan daripada pikiran semata (intelektualitas).

Lambang keadilan ciptaan Sahardjo itu diterima oleh Seminar Hukum di tahun 1963 dan dipakai hingga sekarang.

Sahardjo2
Pahlawan Nasional, Dr Sahardjo SH (pahlawancenter)

Adapun gagasan yang melatarbelakangi penggantian orang terhukum menjadi narapidana di antaranya:

  1. Tiap orang adalah manusia yang harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia sudah bersalah. Tidak boleh diperlihatkan kepada narapidana, bahwa ia diperlakukan sebagai penjahat, tetapi hendaklah ia merasa diperlakukan sebagai manusia.
  2. Tiap orang adalah makhluk di dalam masyarakat, tak seorangpun yang dapat hidup di luar masyarakat. Karenanya narapidana harus dapat kemungkinan maju di dalam masyarakat seperti warganegara biasa akhirnya dapat berguna atau sekurang-kurangnya ia tidak terbelakang dengan perkembangan masyarakat.
  3. Narapidana hanya dijatuhi hukuman dengan kehilangan kemerdekaan bergeraknya. Maka perlu diusahakan supaya narapidana selama terhukum tetap mempunyai penghasilan dan memperoleh pendidikan.

Tentang pendidikan kepada narapidana hendaklah diusahakan agar ia dapat kembali menjadi warga negara yang baik.

Sahardjo juga berpendapat sebagai berikut:

  1. Selama narapidana kehilangan kemerdekaan bergeraknya ia harus diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
  2. Pekerjaan dan pendidikan yang diberikan kepada narapidana janganlah yang hanya diperlukan oleh pemasyarakatan (Penjara) atau Negara, tetapi harus sesuai dengan pekerjaan didalam masyarakat.
  3. Pendidikan dan bimbingan kepada narapidana harus berdasarkan Pancasila.

Pada 6 November 1963, ketika sebagai Menteri Kehakiman Kabinet Kerja III, Sahardjo mempersembahkan gelar ’Pengayoman’ kepada Presiden Soekarno dari menyelamatkan pula lambang Keadilan.

Waktu itu tampak Sahardjo mulai terganggu kesehatannya karena tekanan darah tinggi.

Sampai di rumah ia berkata kepada isterinya bahwa tugasnya kepada negara sudah selesai.

Seminggu kemudian, pada 13 November 1963 Sahardjo wafat akibat pendarahan otak.

Pemerintah RI memberikan penghargaan kepada Sahardjo sebagai Pahlawan Nasional melalui SK Presiden RI No 245 tanggal 29 November 1963. (4)

Sahardjo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.

Namanya juga diabadikan untuk sebuah nama jalan di Jakarta. (5)

  • Penghargaan #


Satya Lencana Kemerdekaan

Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 245 Tahun 1963, tanggal 29 November 1963

Gelar Doktor Honoris Causa di bidang ilmu hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (6)

(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)

Jangan lupa subscribe kanal Youtube TribunnewsWIKI Official



Info Pribadi
Nama Dr Sahardjo SH
Lahir Solo, Jawa Tengah, 26 Juni 1909
Meninggal Jakarta, 13 November 1963
Makam Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan  
Riwayat Pendidikan Europese Lagere School (ELS), 1922
STOVIA, tidak tamat
AMS (setingkat Sekolah Menengah Umum) bagian B, 1927
Rechts Hoge School (RHS), 1941  
Riwayat Karier Guru di Perguruan Rakyat, Jakarta
Kepala Bagian Hukum Tata Negara, Departemen Kehakiman, 1948
Sekretaris Jenderal Departemen Kehakiman
Menteri Kehakiman dalam kabinet Kerja I, 10 Juli 1959-18 Februari 1960
Menteri Kehakiman dalam kabinet Kerja II, 18 Februari 1960–6 Maret 1962
Menteri Kehakiman dalam kabinet Kerja III, 6 Maret 1962–13 November 1963
Wakil Perdana Menteri Bidang Dalam Negeri  
Keluarga
Ayah Raden Ngabei Sastroprayitno
Pasangan Siti Nuraini


Sumber :


1. bravaradio.com
2. tokoh.id
3. pahlawancenter.com
4. pahlawancenter.com
5. www.merdeka.com
6. tokoh.id


BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved