TRIBUNNEWSWIKI.COM - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah menolak kecaman internasional atas keputusan pengubahan status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid.
Erdogan mengatakan hal itu sepenuhnya merupakan hak kedaulatan Turki, seperti diberitakan Al Jazeera, Minggu (12/7/2020).
"Mereka yang tidak mengambil langkah melawan Islamofobia di negara mereka sendiri ... (justru) menyerang keinginan Turki untuk menggunakan hak-hak kedaulatannya," kata Erdogan dalam sebuah konferensi virtual, Sabtu (11/7/2020).
Menilik sejarah, Hagia Sophia dibangun 1.500 tahun yang lalu sebagai katedral Kristen Ortodoks.
Bangunan ini diubah menjadi masjid setelah Ottoman menaklukkan Konstantinopel (sekarang Istanbul) pada tahun 1453.
Selanjutnya, pemerintah sekuler Turki memutuskan untuk menjadikannya museum pada tahun 1934.
Baca: Resmi Ubah Hagia Sophia Jadi Masjid, Berbagai Pihak Sesalkan Langkah Presiden Erdogan
Baca: Cucu Nelson Mandela Puji Langkah Turki Dukung Perjuangan Palestina
Setelah melalui perdebatan panjang, Erdogan secara resmi mengubah bangunan kembali menjadi masjid pada hari Jumat (10/7/2020).
Ia menyatakan Hagia Sohpia terbuka untuk ibadah umat Islam beberapa jam setelah pengadilan tinggi membatalkan keputusan tahun 1934 mengenai nilai fungsi bangunan itu.
Dia mengatakan ibadah Muslim bisa dimulai di Situs Warisan Dunia UNESCO itu pada 24 Juli.
Pengamat Nilai Erdogan Punya Kepentingan Politik
Kontroversi status Hagia Sophia di Istanbul Turki, tak lepas dari taktik politik.
Diberitakan Al Jazeera, Kamis (2/7/2020), dukungan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada pengubahan status menjadi masjid memiliki maksud tertentu.
Sebelumnya, ia dikenal diam ketika publik mulai berdebat soal pengalihan kembali Hagia Sophia menjadi masjid, bukan museum.
Bahkan Erdogan diam-diam menentang seruan itu pada satu kesempatan.
Ia meminta advokat untuk mengisi Masjid Biru yang dibangun Ottoman di sebelahnya.
Tetapi sejak 2019, retorikanya telah berubah.
Baca: Cerita Hakan Sukur Eks Inter Milan yang Terasingkan dan Jadi Sopir Taksi Online di AS karena Erdogan
Erdogan secara terbuka mendukung konversi dua kali.
Pertama kali terjadi tepat sebelum pemilihan kota pada Maret 2019 ketika muncul kekhawatiran bahwa Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) yang berkuasa akan kehilangan Istanbul dari oposisi Ekrem Imamoglu - sekarang walikota ibukota budaya Turki.
Erdogan mengatakan kepada para pendukungnya pada saat itu bahwa ia merencanakan konversi sebagai tanggapan atas pengakuan Presiden AS Donald Trump tentang langkah Israel untuk menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota.
Pengamat melihat pengesahan Erdogan baru-baru ini sebagai taktik politik untuk mengalihkan perhatian dari melemahnya ekonomi negara itu.