"Saya sendiri tidak pernah melakukan penipuan apalagi melakukan tindak pidana penggelapan seperti yang dituduhkan kepada saya," ujar Djoni Rosadi, Rabu (27/3/2018), di Jakarta.
“Ini cobaan dan pelajaran berharga dalam hidup saya. Selama ini, tidak pernah terbayang saya akan menghadapi masa-masa seperti ini."
"Sejak awal perkara ini bergulir, saya bersama tim kuasa hukum menyadari sedang berhadapan dengan sebuah jaringan persekongkolan jahat yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk menjatuhkan reputasi saya dan perusahaan saya, PT DRI."
"Persekongkolan jahat itu sangat kasat mata. Konspirasi itu sangat mudah dibaca," terang Djoni.
"Saya di buat “tidak berdaya” oleh persekongkolan jahat tersebut hingga harus mendekam di balik jeruji besi selama berbulan-bulan hanya karena saya tidak mau menuruti permintaan dan upaya “pemerasan” mereka."
"Saya bersama tim kuasa hukum sangat meyakini bahwa kebenaran akan terungkap,” tambahnya.
Djoni mengungkapkan, dari awal juga tim kuasa hukumnya sudah menilai ada kerancuan dalam proses penanganan perkara tindak pidana yang didakwakan kepadanya itu dengan adanya ketidakjelasan, kesalahan serta rangkaian manipulasi mengenai subyek yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
Ia menambahkan, tim kuasa hukumnya juga menilai, JPU memaksakan agar dirinya selaku terdakwa berperan sebagai subyek hukum yang seolah-olah bertanggung jawab terhadap perkara pidana.
Padahal jelas dan tegas ore nikel sebanyak 55.000 MT tersebut adalah milik PT DRI karena ditambang di wilayah pertambangan PT. DRI.
Apabila Hamid Talib selaku Direktur CV.Mallibu mengaku sudah bekerjasama dengan PT. DRI sejak tahun 2010 sesuai dengan perjanjian No. 001/DRI-Malibu/KSU/VIII/2010 tertanggal 15 September 2010 yang dilakukan bersama Tubagus Riko Riswanda (mantan Direktur Operasional PT. DRI), maka dalam kajian yuridisnya, apabila kontrak tersebut adalah ada dan benar menurut hukum, maka Hamid Talib bukanlah sebagai pemilik ore nikel sebanyak 55.000 MT yang di tambang dari area pertambangan PT DRI.
Hal tersebut tidak saja berdasarkan keterangan Ahli Suwarto Sunandar dari Distamben Kolaka dan keterangan ahli hukum pidana Dr.Mudzakkir tapi juga berdasarkan ketentuan Pasal 92 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba, yang menyatakan pemegang IUP berhak memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang telah diproduksi.
Tim kuasa hukumnya juga menilai JPU menyusun surat tuntutan secara keliru, tidak serius dan imaginatif.
Keliru karena tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, berdasarkan bukti dan saksi-saksi yang diajukan, JPU hanya bersandar pada keterangan subyektif tertentu dari para saksi maupun BAP dari Kepolisian yang sama sekali tidak sesuai dengan fakta-fakta yang disampaikan saksi-saksi maupun ahli di depan persidangan.
JPU hanya mengambil keterangan dari saksi dan ahli secara “sepenggal-sepenggal” yang tentu menimbulkan kerancuan fakta dan kebenaran materiil.
Tidak serius karena JPU semata-mata hanya mengutip isi BAP dan Surat Dakwaan dengan dibubuhi teori-teori hukum tambahan yang sumir tanpa memiliki niat untuk menguraikan hal-hal lain khususnya uraian-uraian penting mengenai unsur delik, serta imaginatif karena tidak didukung dengan bukti-bukti.
Banyak dari apa yang disampaikan oleh JPU merupakan kesimpulan, penafsiran dan asumsi subyektif belaka tanpa didukung bukti-bukti yang sah menurut hukum.
“Dengan adanya putusan PK Mahkamah Agung tersebut membuktikan saya tidak bersalah dan nama baik saya telah dipulihkan oleh negara," tandas Djoni.
1. Perusahaan Manufaktur
Selain pertambangan nikel, Djoni Rosadi juga menjadi komisaris di PT Perkakas Rekadaya Nusantara.