Jika pernihan itu benar adanya, Hijrah mengatakan masyarakat layak meragukan profesionalisme penegak hukum dalam menangani kasus itu.
“Apakah ada main mata dan membiarkan korban di bawah kendali pihak lain?” tanya Hijrah.
Dia berujar bahwa kasus ini memunculkan pertanyaan tentang sejauh mana polisi memahami cara kerja yang mengacu kepada UU TPKS.
Hijrah meyakini polisi sudah mengetahui adanya relasi kuasa yang sebanding antara pelaku dan korban. Oleh karena itu, menurut dia, sesuai dengan Pasal 42 ayat (2), seharusnya memberikan perlindungan sementara kepada korban paling lama 14 hari sejak korban ditangani.
Semisal korban berada di bawah kendali pihak yang memiliki kaitan dengan pelaku, terlebih lagi apabila korbam sampai berada di luar wilayah hukum Polda Maluku, Kapolda Maluku dan jajarannya bisa dianggap gagal melindungi korban.
“Sehingga disini kami sedang mengukur kualitas penanganan institusi Polda Maluku dalam menyelidiki kasus ini sesuai ketentuan pasal-pasal yang ada, apakah polisi sebagai penegak hukum takluk dan tunduk ketika menghadapi posisi terduga pelaku yang memiliki jaringan kekuatan dan kekuasaan? Ini harus segera terjawab."
Baca: Terkuak Dugaan Pelecehan Terhadap Tahanan Wanita oleh Oknum Polisi di Polda Sulsel, Pelaku Diamankan
Baca berita lain tentang kasus Thaher Hanubun di sini.