Pada Kamis (1/6/2023), kebetulan hari itu, adalah tanggal merah peringatan Hari Lahir Pancasila. Sang istri berpamitan kepadanya agar tetap masuk berdinas di markas, untuk melaksanakan upacara.
Namun, setelah menyelesaikan upacara, sang istri meminta izin kepada Ipda MA untuk bepergian sejenak melakukan takziah.
Siapa yang meninggal dunia, Ipda MA juga mengaku dibuat geleng-geleng kepala. Karena sang istri juga tak memberikan informasi yang jelas atas rencana bepergiannya.
Hampir seharian tak ada kabar. Ipda MA mulai berupaya menghubungi melalui pesan singkat WhatsApp (WA) dan telepon seluler kepada sang istri sekitar pukul 15.00 WIB. Namun, hingga pukul 19.00 WIB, sang istri tak kunjung merespon pesan dan sambungan teleponnya.
Merasa kelakuan sang istri makin tak wajar. Ipda MA tak ingin duduk berpangku tangan, pasrah begitu saja. Ia tak ingin memakai nalar sebagai suami awam, lagi. Kali ini ia ingin menggunakan nalar penyidik ala anggota reserse untuk mencari tahu keberadaan sang istri.
Menggunakan perangkat pendeteksi lokasi keberadaan nomor ponsel milik sang istri berbasis aplikasi ponsel Android dalam ponselnya. Ipda MA mendapati lokasi ponsel sang istri berada di kawasan Tretes, Prigen, Kabupaten Pasuruan, sekitar pukul 20.00 WIB.
Sejam kemudian, sekitar pukul 21.00 WIB. Ipda MA mulai bergegas mencari keberadaan sang istri berbekal petunjuk lokasi hasil pelacakan nomor ponsel sang istri.
Ternyata, ia mendapati beberapa area yang diduga kuat menjadi lokasi keberadaan sang istri. Namun, anehnya lokasi tersebut berpindah-pindah.
Hingga akhirnya, ia sempat mendapati adanya sebuah mobil Toyota Fortuner warna hitam yang terdapat keanehan pada susunan huruf dan angka pada pelat nopolnya.
Ipda MA merasa, susunan pelat nopol tersebut mengidentikan pada sebuah identitas sebuah nama angkatan pendidikan perwira.
Tak pelak, ia sempat menyimpulkan bahwa sang istri sedang main serong dengan seorang teman oknum sesama anggota kepolisian dari satu angkatan pendidikan sekolah Perwira.
"Saya akhirnya menemukan mobil Fortuner warna hitam bernopol (sebut nopol). Dari situ saya pertama tanya bahwa jadi hari itu adalah acara leting (angkatan)," ujar anggota Satreskrim Polresta Sidoarjo itu.
Tak ingin gegabah, Ipda MA menyudahi proses pengintaiannya, sekitar pukul 00.30 WIB. Ia mulai kembali pulang ke arah Sidoarjo.
Dan, ditengah perjalanan, sekitar pukul 01.00 WIB, seseorang menghubunginya melalui sambungan telepon. Sosok tersebut mengaku kepadanya berinisial Ipda AF, anggota Ditlantas Polda Jatim, atau teman Ipda DS.
Maksud Ipda AF menelepon Ipda MA hanya sebatas memberikan kabar bahwa sang istri; Ipda DS, baru saja pulang dari takziah, dan pada tengah malam itu bakal segera pulang.
Diujung telepon Ipda MA menjawabnya secara datar. Padahal rentetan tanda tanya membanjiri benaknya; mengapa sang istri enggan memberikan kabar itu secara langsung kepadanya, dengan menghubunginya balik.
Mengingat waktu telah terlanjur larut atau sudah memasuki dini hari. Setibanya di rumah, Ipda MA tak ingin membahas permasalahan tersebut. Namun ia memilih menunggu keesokan harinya.
"Jadinya saya makin curiga," gumamnya.
Keesokan harinya, Ipda MA berupaya menegur kelakuan sang istri yang mulai aneh. Bahkan ia juga memberikan wejangan agar bersyukur selama belasan tahun hidup berumah tangga, masih dapat rezeki yang cukup untuk menghidupi keempat anak-anaknya.
Nasehat yang disampaikannya bak 'masuk telinga kiri keluar melalui telinga kanan'. Sang istri hanya mengiyakan nasehat tersebut, seakan-akan nasehat sang suami bakal dipatuhi setelahnya.