Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menyampaikan peringatan dini untuk waspada datangnya La Nina menjelang akhir tahun 2021.
Berdasarkan monitoring terhadap perkembangan terbaru dari data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur, menunjukkan bahwa saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina, yaitu sebesar -0.61 pada Dasarian I Oktober 2021.
Kondisi ini berpotensi untuk terus berkembang menjadi La Nina yang diprakirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah hingga sedang, setidaknya hingga Februari 2022.
BMKG telah menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) untuk mengantisipasi dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi La Nina dan potensi bencana hidrometeorologi, Jumat (29/10/2021).
Dalam Rakornas yang digelar secara virtual tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa ancaman La Nina yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi berupa banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, dan sebagainya.
Dwikorita pun meminta Pemerintah Daerah (Pemda) serius menanggapi peringatan dini La Nina yang dikeluarkan BMKG guna meminimalisir dampak dan kerugian yang lebih besar.
Pemda, kata Dwikorita, harus menyiapkan rencana aksi hadapi La Nina.
"Mohon kepada daerah untuk tidak menyepelekan peringatan dini La Nina ini. Jangan sampai melupakan upaya mitigasi dan fokus pada penanggulangan pasca kejadian," kata Dwikorita, dikutip TribunnewsWiki dari situs resmi bmkg.go.id, Minggu (31/10/2021).
"Mitigasi yang komprehensif akan bisa menekan jumlah kerugian dan korban jiwa akibat bencana hidrometeorologi," ungkap Dwikorita.
Baca: La Nina
Baca: BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)
Sebelumnya, dalam webinar Antisipasi Iklim Ekstrim Sebagai Dampak La Nina Melalui Sekolah Lapang yang diselenggarakn pada Kamis (28/10/2021), Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa La Nina berdampak langsung pada sektor pertanian dan perikanan.
Di sektor pertanian, La Nina menyebabkan kondisi yang kurang menguntungkan misalnya kerusakan tanaman dan lahan akibat banjir yang muncul dari curah hujan tinggi, meningkatnya kelembapan udara, dan munculnya organisme pengganggu tanaman (OPT).
"Pasca panen, curah hujan yang tinggi akan mengurangi kualitas hasil panen karena kadar air yang meningkat," kata Dwikorita.
Sementara itu, di sektor perikanan, La Nina menyebabkan para nelayan harus lebih waspada saat melaut.
Kondisi ini mengakibatkan pasokan ikan dapat berkurang.
"Keselamatan nelayan menjadi prioritas utama melalui pemanfaatan informasi cuaca maritim yang terupdate," ucap Dwikorita.
Baca: Dwikorita Karnawati
Dwikorita menyebut bahwa Sekolah Lapang Iklim (SLI) dan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) dapat mengurangi risiko dampak La Nina.
Sebab, menurut dia, La Nina juga memiliki dampak positif bagi petani dan pekerja sektor kelautan.
La Nina menyediakan pasokan air yang berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian.
Sementara itu, bagi pekerja di sektor kelautan, La Nina membuat perluasan area pasang surut wilayah pesisir yang dimanfaatkan oleh nelayan tambak budidaya dan garam.