Kebanyakan masyarakat terutama yang bertempat tinggal di Jawa Tengah dan sekitarnya sudah pernah mengunjungi bangunan peninggalan Buddha tersebut.
Namun pernahkah terpikirkan bagaimana proses pembangunan Candi Borobudur?
Candi Borobudur dibangun menggunakan jutaan ton batu yang tersusun simetris.
Mengingat Candi Borobudur dibangun pada abad IX, tentu kita bertanya-tanya teknologi apakah yang digunakan untuk menyusun batu-batuan itu?
Diukur dengan bangunan di zaman modern, Candi Borobudur diperkirakan sama tingginya dengan bangunan berjumlah 10 lantai.
Tentu saja yang membedakannya ialah material batuan yang menyusunnya.
Baca: Menag Ingin Jadikan Candi Borobudur Pusat Ibadah Umat Buddha Dunia, Ganjar: Banyak Sekali Manfaatnya
Baca: Cerita di Balik Ukiran Relief Candi Borobudur, Kisah tentang Bidadari Manohara hingga Raja Bimbisari
Candi itu dibangun kurang lebih pada abad ke-9 dimana di zaman tersebut belum ada alat buldozer untuk meratakan tanah dan belum ada truk untuk mengangkut batuan.
Alat crane untuk mengerek batu ke atas pun belum ada.
Dilansir Tribunnews.com dari intisari online, Candi Borobudur dibangun menggunakan peralatan sederhana, seperti palu dan pengungkit.
Kendaraan yang ada hanyalah cikar atau pedati (gerobak yang ditarik dengan sapi).
Karena hanya ada alat sederhana, maka batu-batu yang besar dan berat pun harus ditarik pelan-pelan. Disusun satu per satu sampai menjulang tinggi.
Hal itu membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang banyak.
Menurut prasasti (batu bertulis) yang mencatat pembangunan Candi Borobudur, Candi Borobudur dibuat oleh Raja Mataram pada saat pemerintahan Raja Samaratungga.
Namun, candi ini baru selesai ketika Ratu Pramurdawardhani (putri Raja Samaratungga) bertahta.
Dari kisah itu, diperkirakan, Candi Borobudur dibangun selama 50 tahun.
Temuan menarik, arkeolog menemukan banyak kuali gerabah di sekitar Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.
Berdasarkan temuan itu, diduga, keluarga pekerja candi tinggal di daerah tersebut.