"Tidak ada catatan untuk kembali ke uji pre klinis," ujarnya.
Baca: Pemalsuan Situs Bansos Covid-19 Amerika Serikat, 2 Hacker Indonesia Curi Rp 875 Milyar
Baca: Hasil Studi: Vaksinasi di Inggris Sudah Berhasil Cegah 10.400 Kematian akibat Covid-19
Sementara itu, Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito enggan berkomentar ketika ditanya soal konsekuensi kesehatan apabila vaksin yang dibuat dari sel dendritik itu terus berlanjut tanpa sesuai dengan standar yang berlaku.
"Saya tidak mau komentari, karena vaksin dendritik atau nama vaksin Nusantara sudah beralih sekarang, saya sudah tidak mau komentari lagi, sudah beralih," kata Penny melalui konferensi video yang disiarkan Youtube Badan POM RI, Jumat (16/4/2021).
Penny mengatakan tugas BPOM dalam pemantauan pengembangan vaksin Nusantara sudah selesai ketika pihaknya memberikan penilaian terhadap uji klinis tahap I dan menyatakan vaksin tersebut tidak memenuhi standar untuk melanjutkan pengembangan.
"Apa yang sekarang terjadi di luar BPOM. Bukan kami untuk menilai itu. BPOM hanya pendampingan saat uji klinik yang sesuai standar good clinical trial yang berlaku internasional untuk umum," katanya menjelaskan.
Ia kembali menyatakan bahwa pihaknya tidak bisa berkomentar terkait tim peneliti vaksin Nusantara yang berkeras melanjutkan uji klinis terhadap manusia meskipun tidak mendapat izin dan tidak melakukan tahapan preklinik.
"Vaksin Nusantara kami tidak bisa jawab. Sebagaimana hasil penilaian Badan POM terkait fase pertama uji klinik dendritik belum bisa dilanjutkan ke fase II dan ada temuan correction action. Koreksi itu harus ada perbaikan dulu kalau mau maju ke fase kedua," paparnya.
Penny juga menekankan pentingnya tahapan praklinis dilakukan sebelum uji klinis tahap II pada manusia.
Ia mengatakan tujuan praklinis dalam pengembangan vaksin untuk memastikan perlindungan bagi relawan yang dilibatkan dalam penyuntikan.
Dalam tahapan preklinik, kata dia, konsep dasar, kualitas prototipe vaksin, potensinya terhadap peningkatan imunitas, keamanan vaksin ketika disuntikkan, dan memastikan vaksin berkualitas.
"Kalau tidak dilakukan dan langsung loncat ke clinical trial, nanti kesalahannya ada di sana. Yang namanya penelitian memang begitu. Kita belajar dari tahapan-tahapan yang ada. Harusnya bisa dapat dikoreksi, diperbaiki," katanya.
Baca lengkap soal penganiayaan perawat RS SILOAM di sini