Segala aturan tentang larangan mudik sudah tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Surat tersebut berlaku mulai 6-17 Mei 2021.
Sebagaimana bunyi SE Nomor 13 Tahun 2021, "Surat Edaran ini berlaku efektif mulai tanggal 6-17 Mei 2021 dan akan ditinjau lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan/atau dengan perkembangan terakhir di lapangan".
Dengan turunnya surat ini, maka masyarakat otomatis terancam tidak bisa lebaran di kampung halamannya.
Pasalnya, dalam surat tersebut telah diatur bahwa jika ada pelanggaran terhadap Surat Edaran tersebut akan dikenakan sanksi denda, sanksi sosial, kurungan dan/atau pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dilansir Tribunnews.com, maksud disusunnya Surat Edaran ini adalah untuk mengatur pembatasan mobilitas masyarakat dan mengoptimalisasi fungsi posko Covid-19 di Desa/Kelurahan selama bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri 1442 Hijriah.
Selain itu, Surat Edaran ini juga bertujuan untuk melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi dalam rangka mencegah terjadinya peningkatan penularan Covid-19 selama bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri 1442 Hijriah.
Empat ruang lingkup yang diatur dalam Surat Edaran adalah protokol kesehatan umum, pengendalian kegiatan ibadah selama bulan suci Ramadhan dan kegiatan salat Idul Fitri, peniadaan mudik tanggal 6-17 Mei 2021 untuk seluruh wilayah Indonesia, dan optimalisasi fungsi posko Covid-19 desa/kelurahan untuk pencegahan dan pengendalian penyebaran Covid-19.
Berikut Ketentuan Protokol Peniadaan Mudik, Pencegahan, dan Pengendalian Covid-19:
1. Peniadaan mudik untuk sementara bagi masyarakat yang menggunakan moda transportasi darat, kereta api, laut, dan udara lintas kota/kabupaten/provinsi/negara sebagai upaya pengendalian mobilitas selama bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah.
2. Perjalanan orang selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah tersebut dikecualikan bagi kendaraan pelayanan distribusi logistik dan pelaku perjalanan dengan keperluan mendesak untuk kepentingan nonmudik, yaitu bekerja/perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh satu orang anggota keluarga, dan kepentingan persalinan yang didampingi maksimal dua orang.
3. Pelaku perjalanan orang lintas kota/kabupaten/provinsi/negara selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 wajib memiliki print out surat izin perjalanan tertulis atau Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM) sebagai persyaratan melakukan perjalanan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bagi pegawai instansi pemerintahan/Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), prajurit TNI, dan anggota Polri melampirkan print out surat izin tertulis dari pejabat setingkat Eselon II yang dilengkapi tanda tangan basah/ tanda tangan elektronik pejabat serta identitas diri calon pelaku perjalanan;
b. Bagi pegawai swasta melampirkan print out surat izin tertulis dari pimpinan perusahaan yang dilengkapi tanda tangan basah atau tanda tangan elektronik pimpinan perusahaan serta identitas diri calon pelaku perjalanan;
c. Bagi pekerja sektor informal melampirkan print out surat izin tertulis dari kepala desa/lurah yang dilengkapi tanda tangan basah/tanda tangan elektronik kepala desa/lurah serta identitas diri calon pelaku perjalanan;
d. Bagi masyarakat umum nonpekerja melampirkan print out surat izin tertulis dari kepala desa/lurah yang dilengkapi tanda tangan basah/tanda tangan elektronik kepala desa/lurah serta identitas diri calon pelaku perjalanan.
4. Surat izin perjalanan/SIKM sebagaimana dimaksud dalam angka 3 memiliki ketentuan berlaku sebagai berikut:
a. Berlaku secara individual;
b. Berlaku untuk satu kali perjalanan pergi-pulang lintas kota/kabupaten/provinsi/negara;