Jokowi Keluarkan Limbah Batu Bara dari Kategori Berbahaya, JATAM Sebut Kejahatan Sistematis

Penulis: saradita oktaviani
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai kebijakan yang Presiden Jokowi mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan kejahatan sistematis untuk masyarakat pesisir.

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Presiden Jokowi mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Menyikapi hal tersebut, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai kebijakan yang Presiden Jokowi merupakan kejahatan sistematis untuk masyarakat pesisir.

Koordinator Jatam Merah Johansyah menjelaskan, keberadaan limbah bottom ash dan flying ash yang dikeluarkan dari kategori limbah B3, berpotensi mencemari sungai dan laut yang menjadi pusat kehidupan masyarakat pesisir.

“Limbah ini kalau tercemar ke air membuat biota ikan mati, itu terjadi baik di masyarakat yang hidup di pesisir sungai dan laut," jelas Merah Johansyah dikutip dari Kompas.com, Jumat (12/3/2021).

Baca: 15 Ambulans Bolak-balik Jemput 47 Pasien Positif Covid-19 Klaster Sanggar Senam di Tasikmalaya

Baca: Sperma Menjadi Barang Bukti Pembunuhan Berantai di Bogor

Ilustrasi tambang batu bara (KOMPAS/DWI BAYU RADIUS)

Lebh lanjut Merah memaparkan jika tambang batu bara di Indonesia banyak terletak di wilayah pesisir.

Maka dari situlah Koordinator Jatam ini menilai kebijakan Jokowi merupakan sebuah kejahatan sistematis.

Padahal 82 persen perusahaan batu bara di Indonesia letaknya di wilayar pesisir.

Jadi ini kejahatan sistematis pemerintah pada masyarakat pesisir,” 

Ia menjelaskan, masyarakat yang akan terjampak adalah nelayan, kelompok perempuan, dan masyarakat adat.

Menurut Merah Johansyah, kebijakan ini juga menunjukkan bahwa pemerintah hanya menghitung dampak ekonomi yang akan memberikan pemasukan pada negara.

Baca: Penganut Aliran Sesat Hakekok Ditangkap Polisi, 16 Orang Lakukan Ritual Mandi Bersama

Baca: Yuk Kenali Hispospadia, Kelainan Alat Kelamin yang dialami Mantan Atlet Voli

Abdul Kais (50) sekretaris Desa Suak Indrapuri, Kecamatan Johan Pahlawan , Kabupaten Aceh Barat bersama warga memasang pamplet pelarangan madi bagi penjung pantai wisata Suak Indrapuri karena telah tercemar limbah batubara, Jumat (11/08/17). (KOMPAS.COM/ RAJA UMAR)

Akan tetapi justru abai terhadap dampak lingkungan hidup serta kesehatan masyarkat.

"Pemerintah hanya menghitung potensi investasinya saja.

Tapi tidak menghitung akibat kerusakannya.

Padahal masyarakat di sekitar PLTU batu bara itu menghadapi kematian dini.

Mereka paru-parunya hitam, dan juga terkena kanker," kata Merah.

Terakhir, Merah mengatakan bahwa saat ini pengawasan hukum pada pengelolaan limbah bottom ash dan flying ash masih bermasalah.

Baca: 5 Tempat Paling Terpencil di Dunia Ini Punya Pemandangan Memukau, Ada Pulau Tanpa Limbah di Kolombia

Baca: Wasiat Yuni Shara Sebelum Meninggal Nantinya, Bisnis Batu Bara hingga Panci untuk Anaknya

Kapal tongkang batubara milik PT MIfa Bersaudara terbalik di kawasan perairan laut Kecamatan Kuala Pesisir Nagan Raya, Aceh, tongkang ini diduga sudah terbalik sejak dua hari laut saat terjadi angin kencang, Jumat (02/06/17). (KOMPAS.COM/ RAJA UMAR)

Apalagi, kata dia, jika dua limbah tersebut dikeluarkan dari kategori limbah B3.

"Penegakan hukumnya akan kropos, pengawasan lemah, akan membuat perusahaan batu bara makin ugal-ugalan.

Jadi peraturan pemerintah ini tidak tepat dikatakan untuk perlindungan lingkungan hidup," pungkas dia.

Sebagai informasi Presiden Joko Widodo mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah B3.

Halaman
12


Penulis: saradita oktaviani
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer