AS juga sedang mempertimbangkan untuk membatalkan penjualan senjata ke Arab Saudi yang menimbulkan masalah hak asasi manusia dan membatasi penjualan di masa depan untuk senjata "defensif".
"Kami menilai, Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman menyetujui operasi di Istanbul, Turki, untuk menangkap atau membunuh jurnalis Jamal Khashoggi," kata Kantor Direktur Intelijen Nasional AS dalam laporannya, seperti dikutip Reuters.
Badan intelijen AS mendasarkan penilaiannya pada kendali Putra Mahkota atas pengambilan keputusan, keterlibatan langsung salah satu penasihat utamanya, dan detail perlindungannya sendiri.
Serta, "Dukungannya untuk menggunakan tindakan kekerasan guna membungkam para pembangkang di luar negeri, termasuk Khashoggi," Kantor Direktur Intelijen Nasional AS dalam laporannya.
"Sejak 2017, Putra Mahkota memiliki kendali mutlak atas organisasi keamanan dan intelijen Kerajaan, sehingga sangat tidak mungkin pejabat Saudi akan melakukan operasi seperti ini tanpa izin (dia)," sebut mereka.
Dalam mendeklasifikasi laporan tersebut, Biden membalikkan penolakan pendahulunya Donald Trump untuk merilisnya yang bertentangan dengan undang-undang tahun 2019, yang mencerminkan kesediaan AS untuk menantang Arab Saudi terkait masalah hak asasi manusia hingga Yaman.
Baca: Pemerintah Arab Saudi Umumkan Syarat dan Aturan Terbaru bagi Jemaah Umrah Indonesia, Simak!
Namun, Biden mengambil langkah tipis untuk mempertahankan hubungan dengan Arab Saudi, saat ia berusaha menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran dan untuk mengatasi tantangan lain termasuk memerangi ekstremisme Islam serta memajukan hubungan Arab-Israel.
Dalam mengumumkan keputusan untuk melarang masuknya 76 warga negara Arab Saudi di bawah kebijakan baru yang disebut "Larangan Khashoggi," Departemen Luar Negeri AS menyatakan, tidak akan mentolerir mereka yang mengancam atau menyerang aktivis, pembangkang, dan jurnalis atas nama pemerintah asing.
Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada Ahmed Hassan Mohammed al-Asiri, mantan Wakil Kepala Kepresidenan Intelijen Umum Arab Saudi, dan Pasukan Intervensi Cepat (RIF) Arab Saudi sehubungan dengan pembunuhan Khashoggi.
Departemen Keuangan AS menuduh Asiri sebagai biang keladi operasi Khashoggi dan mengatakan, beberapa anggota regu pembunuh yang dikirim untuk mencegat jurnalis itu adalah bagian dari RIF, bagian dari Pengawal Kerajaan Arab Saudi yang hanya bertanggung jawab kepada Putra Mahkota.
Laporan intelijen AS menilai, anggota pasukan tidak akan berpartisipasi dalam operasi tersebut tanpa persetujuan dari Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan dengan judul AS: Putra Mahkota Arab Saudi Menyetujui Pperasi Pembunuhan Jurnalis Jamal Khashoggi