Mediasi sudah dilakukan sebanyak sembilan kali, tetapi tidak berhasil.
"Telah dilakukan mediasi sebanyak 9 kali oleh Kapolres Lombok Tengah namun tidak berhasil," kata Argo dalam keterangannya, Selasa (23/2/2021).
Kini, keempat ibu rumah tangga yang melakukan pelemparan itu sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Praya, Lombok Tengah, Kamis (25/2/2021).
Keempat ibu rumah tangga itu didakwa Pasal 170 Ayat 1 KUHP dengan ancaman lima tahun enam bulan penjara oleh jaksa penuntut umum.
Ketua tim kuasa hukum empat terdakwa, Ali Usman Ahim menilai, tuntutan tersebut berlebihan dan jauh dari rasa keadilan.
"Apakah di gudang milik saksi pelapor ini merupakan obyek vital, yang jika rusak itu mengganggu ketertiban umum karena ancaman Pasal 170 ancamannya enggak main-main ya, lima tahun enam bulan," kata Ali usai sidang di PN Praya, Kamis.
Ali menjelaskan, tuntutan jaksa penuntut umum tak sebanding dengan kerusakan atap pabrik tembakau yang dilempar empat terdakwa tersebut.
Ia mempertanyakan pasal yang disangkakan pasal penuntut umum.
"Kami kembali lagi itu pasal yang berlebihan itu rumusan untuk ketertiban umum. Apakah spandeks (atap) yang penyok ini berakibat pada terganggunya ketertiban umum, seperti apa yang didakwakan Jaksa?" kata Ali.
Ali juga menyoroti jumlah kerugian sebesar Rp 4,5 juta yang disampaikan jaksa penuntut umum dalam sidang dakwaan sebelumnya.
Baca: 4 Ibu Mendekam di Rutan Akibat Lempar Batu Ke Pabrik Tembakau, Suami: Anak Saya ikut Dipenjara
Baca: Luar Biasa Kasih Sayang Ibu: Demi Anak, Rela Korbankan Jiwa setelah Lemparkan Badan Adang Mobil
Menurutnya, nilai kerugian itu seharusnya ditaksir oleh ahli, bukan sekadar pernyataan saksi pelapor.
"Jaksa menyusun konstruksi kerugian nilai kerugian dari pemilik pabrik ini, sebesar Rp 4,5 juta berdasarkan kuitansi diajukan oleh saksi pelapor, semestinya berdasarkan ahli yang menilai bahwa nilai kerugian satu spandeks penyok itu Rp 4,5 juta itu harus dimiliki oleh ahli," kata Ali.
Ali menyayangkan dakwaan yang dilayangkan jaksa penuntut umum.
Apalagi, dua dari empat terdakwa memiliki balita yang masih menyusui.
"Coba bayangkan empat ibu dengan balita menyusui dan anak sakit lumpuh di rumahnya kemudian didakwakan Pasal 170 dengan ancaman lima tahun enam bulan," sebut Ali.
Sebelumnya, Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, dan Hultiah, mendekam di Rumah Tahanan Praya akibat melempar atap pabrik tembakau milik Suhardi.
Penahanan empat terdakwa itu sempat menjadi sorotan karena dua di antaranya membawa anaknya yang masih menyusui ke dalam rutan.
Dalam dakwaan, JPU menyebut para terdakwa melakukan pelemparan bersama-sama menggunakan batu ke sebuah pabrik rokok yang berada di kampungnya.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Praya mendakwa keempat ibu tersebut dengan Pasal 170 KUHP ayat 1 tentang Perusakan dengan ancaman hukuman lima tahun dan enam bulan penjara.