Kanal yang tersumbat oleh pasir membuat kanal tidak berfungsi saat banjir melanda.
Joan Martsuycker telah membangun beberapa kanal tambahan, namun usahanya gagal karena kanal selalu dipenuhi sampah, lumpur dan pasir.
Banjir kembali melanda Batavia pada 1872, tepatnya pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal James Louden.
Penyebabnya masih sama, yakni hujan deras dan luapan air sungai.
Kanal kembali tidak bekerja, karena selalu tersumbat sampah, tanah, lumpur dan pasir.
Upaya pembersihan kanal sering dilakukan, namun tetap tidak membantu karena kotoran lumpur yang dibersihkan tetap dibiarkan menumpuk di tepi kanal.
Baca: Jangan Paksa Mobil untuk Menerobos Banjir, Tinggi Air Jadi Patokan Kapan Harus Matikan Mesin
Batavia kembali dilanda banjir pada 1893, tepatnya saat Gubernur Jenderal Carel HA van der Wijck memimpin. Penyebabnya yakni curah hujan yang sangat tinggi.
Banjir besar yang melanda Batavia saat itu awalnya hanya menggenangi beberapa daerah saja.
Namun, hujan terus mengguyur hingga hampir seluruh daerah Batavia tergenang banjir.
Bencana banjir yang hampir melanda sebulan penuh ini telah merenggut banyak korban jiwa.
Karena banyak warga Batavia yang terserang penyakit, seperti disentri, tifus bahkan malaria.
Penyebab utamanya adalah air sumur yang tercemar dan sama sekali tidak layak konsumsi serta berkembang biaknya nyamuk anopheles.
Curah hujan tinggi selalu menjadi penyebab utama Batavia dilanda banjir.
Saat itu, Gubernur Jenderal Idenburg dan Belanda tidak berdaya untuk mengatasi permasalahan banjir ini.
Pada 1911, Belanda membangun pintu air besar, yaitu Bendung Katulampa di Bogor dengan tujuan supaya bisa mengukur debit air Kali Ciliwung.
Pembangunan pintu air besar ini merupakan sistem peringatan dini yang diharapkan bisa mengatasi permasalahan banjir.