Ia berharap polisi menerima laporan dengan penuh kehati-hatian.
“Hati-hati, pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati, penduh dengan kehati-hatian,” kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021) kemarin.
Jokowi juga menyebutkan bahwa ia tidak ingin implementasi UU ITE justru menimbulkan rasa ketidakadilan.
Kemudian jika ada dalam pelaksanaannya Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu menunjukkan ketidakadilan.
Ia mengaku bisa saja menginstruksikan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merevisi UU tersebut.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ini, Undang-undang ITE ini," ujar Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Revisi oleh DPR tersebut, lanjut Jokowi, bisa meliputi penghapusan sejumlah pasal karet yang ada di UU ITE.
Baca: Jokowi akan Minta DPR Revisi UU ITE Jika Tak Bisa Berikan Rasa Keadilan
Baca: Jokowi Minta Polri Hati-hati Terjemahkan Pasal UU ITE: Bisa Timbulkan Multitafsir
Sebab, pasal-pasal tersebut menjadi acuan dari masing-masing persoalan hukum yang berkaitan.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," imbuh Jokowi, Selasa (16/2/2021).
Jokowi sendiri sebenarnya paham betul bahwa UU ITE hadir untuk menenteramkan ruang digital Indonesia agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
Namun, ia tidak ingin UU tersebut disalah-artikan, dan malah menimbulkan rasa ketidakadilan, seperti maraknya laporan kepada pihak kepolisian yang menggunakan UU ITE sebagai rujukan hukum.
Adanya pernyataan soal revisi UU ITE, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) berharap pernyataan Joko Widodo tidak sebatas menjadi retorika politik pemerintah.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI Era Purnamasari, Selasa (16/2/2021).
Era menilai, UU ITE saat ini sudah banyak memakan korban karena ada beberapa pasal karet yang digunakan untuk menjerat seseorang.
Menurut Era, beberapa pasal yang sering digunakan adalah Pasal 27 Ayat 3 tentang pencemaran nama baik, dan Pasal 28 Ayat 1 tentang penyebaran berita bohong, dan Pasal 28 Ayat 2 tentang penyebaran rasa kebencian pada individu dan kelompok tertentu.
"Kita harus memastikan bahwa pendapat Presiden Jokowi tentang UU ITE bukan sekedar retorika politik saja. Tapi benar-benar diwujudkan," tutur Era.
Lebih lanjut, Era menjelaskan bahwa pasal karet dalam UU ITE perlu dilakukan revisi atau bahkan dihilangkan.
Sebab, pasal itu membuat penafsiran menjadi terlalu luas.
Ia mencontohkan pada Pasal 28 Ayat 2 tentang penyebaran rasa kebencian pada individu dan kelompok tertentu.