Gus Dur meminta masyarkat Tionghoa untuk terus berani memperjuangkan hak-haknya.
"Di mana-mana di dunia, kalau orang lahir ya yang dipakai akta kelahiran, orang menikah ya surat kawin, tidak ada surat bukti kewarganegaraan. Karena itu, saya mengimbau kawan-kawan dari etnis Tionghoa agar berani membela haknya," ujar dia.
Gus Dur mengatakan, etnis Tionghoa juga bagian dari Bangsa Indonesia.
Karena itu, tokoh Nahdlatul Ulama ini meminta seluruh masyarakat Indonesia memberikan hak dan kesempatan yang sama.
"Mereka adalah orang Indonesia, tidak boleh dikucilkan hanya diberi satu tempat saja. Kalau ada yang mencerca mereka tidak aktif di masyarakat, itu karena tidak diberi kesempatan," ucap Gus Dur.
"Cara terbaik, bangsa kita harus membuka semua pintu kehidupan bagi bangsa Tionghoa sehingga mereka bisa dituntut sepenuhnya menjadi bangsa Indonesia," ujar dia
Bapak Tionghoa Indonesia
Baca: Surya Paloh Warning Jokowi agar Hati-hati Soal Ini: DPR Bisa Pecat Jokowi seperti Gus Dur
Baca: Yenny Wahid Sebut BJ Habibie Miliki Banyak Kesamaan Karakter dengan Gus Dur
Tidak hanya keturunan Tionghoa, Gus Dur juga mendapat gelar 'Bapak Tionghoa Indonesia' pada 10 Maret 2004 silam dari kelenteng Tay Kek Sie.
Gelar itu bukan didasarkan pada kebijakan dan pemikiran-pemikirannya yang plural.
Saat penobatan, dia hadir dengan menggunakan baju cheongsam, meski harus duduk di kursi roda.
Selepas kepergian Gus Dur pada 30 Desember 2009, makam ulama NU ini masih didatangi warga Tionhoa yang ingin berdoa.
Bahkan foto mendiang Gus Dur masih terpampang sejumlah kelenteng untuk mengingat jasa-jasanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenang Gus Dur, Ulama yang Mengaku Berdarah Tionghoa"