Gus Dur Sosok Bapak Tionghoa Indonesia, Ulama dan Presiden yang Bebaskan Perayaan Imlek

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Abdurrahman Wahid Tertawa Bersama Salahuddin Wahid Sebelum Dimulainya Musyawarah Kerja Nasional III PKB Di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Selasa (31/8/2004).

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Masyarakat Tionghoa tengah merayakan Imlek pada hari ini, Jumat (12/2/2021).

Bebasnya perayaan Imlek di tanah air tak bisa dilepaskan dari peran Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid.

Sosok ulama yang akrab disapa Gus Dur itu menjadi orang pertama yang menyelesaikan masalah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia.

Bahkan, Gus Dur mendapat julukan atau gelar Bapak Tionghoa Indonesia.

Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur menyudahi satu permasalah diskriminasi pada etnis Tionghoa hingga akhirnya mereka bisa merayakan Imlek secara bebas dan terbuka, sebagaimana dimuat Kompas.com pada 2020 silam.

Keppres tersebut mematahkan aturan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Dalam peraturan lama, kelompok Tionghoa di Indonesia tidak diperkenankan melakukan tradisi atau kegiatan peribadatan secara mencolok dan hanya diperbolehkan di lingkungan keluarga.

Alasannya, saat itu Presiden Soeharto menganggap aktivitas warga Tionghoa menghambat proses asimilasi dengan penduduk pribumi.

Kala itu, etnis Tionghoa juga diminta untuk mengganti identitas menjadi nama Indonesia.

Ketika resmi menjabat sebagai Presiden, Gus Dur banyak tidak sependapat dengan pemikiran Soeharto.

Baca: Soal Unggahan Guyonan Gus Dur, Inaya Wahid Beri Sindiran untuk Polisi: Panggil yang Bikin Joke Pak

Baca: Berniat Guyonan Memakai Kata-kata Gus Dur Soal 3 Polisi Jujur, Pria ini Berakhir di Kantor Polisi

Tahun Baru Imlek 2021 (vecteezy.com)

Baca: Makna Shio Kerbau Logam di Imlek 2021, Bawa Keberuntungan bagi Pasangan yang Akan Menikah

Menurut dia, etnis Tionghoa merupakan bagian dari bangsa Indonesia karena itu harus mendapatkan hak-hak yang setara.

Termasuk dalam menjalankan ibadah keagamaan.

Gus Dur juga sempat menganggap Muslim Tionghoa boleh merayakan Tahun Baru Imlek sehingga tidak dianggap sebagai tindakan musyrik.

Bagi dia, perayaan ini adalah bagian dari tradisi budaya, bukan agama.

Dia kemudian menjadikan hari raya Imlek sebagai hari libur fluktuatif.

Artinya hanya yang merayakan yang diperbolehkan libur.

Baru dua tahun kemudian, tepat di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, Imlek dijadikan hari nasional.

Hal itu disampaikan Mega saat menghadiri Peringatan Nasional Tahun Baru Imlek 2553 pada 17 Februari 2002.

Sementara itu, penetapan Imlek sebagai hari libur nasional baru dilakukan pada 2003.

Pesan untuk Masyarakat Tionghoa

Ilustrasi lampu lampion jadi hiasan khas Imlek (tribunnews.com)

Baca: 8 Jenis Makanan Khas Tahun Baru Imlek dan Arti Khusus di Baliknya

Halaman
12


Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr
BERITA TERKAIT

Berita Populer