Terjadi Kudeta di Myanmar, Muslim Rohingya Khawatir Militer Akan Lakukan Pembantaian Lagi

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI Muslim Rohingya --- FOTO: Diambil pada 27 September 2017, para pengungsi Rohingya mendatangi bantuan makanan yang didistribusikan di kamp pengungsi Thangkhali dekat Ukhia. Hampir satu dari sembilan orang di dunia kelaparan, akibat pandemi Covid-19, menurut laporan PBB yang diterbitkan pada 13 Juli 2020. (Ilustrasi)

"Faktanya, mereka mengidentifikasi mereka sebagai teroris, dan mereka tidak memberikan hak-hak mereka berdasarkan hukum internasional, dan di bawah hukum humaniter, sebagai pengungsi."

"Dan kami melihat hal itu terus berlanjut. Mereka melihat Muslim Rohingya sebagai masalah, bukan sebagai orang yang tertindas sehingga mereka perlu didukung pada saat yang dibutuhkan ini," pungkasnya.

Kamp Pengungsian Penuh

Kamp pengungsian menjadi penuh sesak sejak Agustus 2017, ketika Muslim Rohingya mulai meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Rakhine menyusul gelombang serangan oleh tentara Myanmar dan gerombolan Buddha.

Ratusan ribu Muslim dirobohkan dengan kekerasan pada bulan-bulan berikutnya, didorong oleh tindakan keras militer yang brutal.

Baca: Pengadilan Tinggi Malaysia Bebaskan 27 Pengungsi Muslim Rohingya dari Hukuman Cambuk

Baca: Rohingya

ILUSTRASI - Sekelompok migran diselamatkan, sebagian besar Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh, mengangkat tangan mereka saat tiba di daerah kurungan baru di kota nelayan Kuala Langsa di Aceh pada 15 Mei 2015. Lebih dari 750 Rohingya dan migran Bangladesh diselamatkan pada tanggal 15 Mei. AFP PHOTO / Chaideer MAHYUDDIN (AFP PHOTO / Chaideer MAHYUDDIN)

Tindakan itu telah membunuh ribuan dari mereka.

Apa yang terjadi pada Agustus 2017 begitu mengerikan sehingga PBB menyebutnya genosida.

Mereka yang selamat dari pembunuhan brutal mencari perlindungan di Bangladesh dan negara-negara tetangga, berharap suatu hari bisa pulang.

Tetapi untuk saat ini tampaknya ribuan dari mereka harus melakukan perjalanan berbahaya lainnya.

Baca: Gambia Resmi Laporkan Myanmar ke Mahkamah Internasional: Ada Dugaan Pembunuhan Warga Muslim Rohingya

Rohingya adalah etnis minoritas paling teraniaya di dunia yang dihantui oleh masa lalu, dan masa depan yang juga tak menentu.

Undang-undang kewarganegaraan tahun 1982 mencabut kewarganegaraan mereka, menjadikan mereka salah satu komunitas tanpa kewarganegaraan terbesar di dunia.

Meski Eksodus ke Bangladesh terus berlangsung sejak tahun 1970-an, tidak ada yang secepat dan masif seperti yang terjadi pada Agustus 2017 yang menyoroti krisis Rohingya di seluruh dunia.

Baca: Kasus Positif Covid-19 Pertama Terkonfirmasi di Kamp Pengungsi Rohingya di Bangladesh

Baca: Tolak Dakwaan Lakukan Genosida Etnis Rohingya, Aung San Suu Kyi Di Bawah Pengaruh Militer?

ILUSTRASI - Sekelompok pengungsi Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh tidur di sebuah auditorium olahraga pemerintah di Lhoksukon di Provinsi Aceh pada 12 Mei 2015 setelah tim penyelamat Indonesia menemukan perahu mereka membawa 573 penumpang terdampar di perairan utara Aceh provinsi. Hampir 2.000 orang perahu dari Myanmar dan Bangladesh telah diselamatkan atau berenang ke pantai di Malaysia dan Indonesia. AFP PHOTO / CHAIDEER MAHYUDDIN (AFP PHOTO / CHAIDEER MAHYUDDIN)

Ada pembicaraan tentang pemulangan Rohingya selama beberapa tahun terakhir, tetapi hingga hari ini tidak ada yang terjadi.

Alasan utama kurangnya tindakan ini adalah karena pemerintah Myanmar selalu tidak mau menerima para pengungsi, meskipun Bangladesh berulang kali mendorong keras untuk memulai repatriasi.

Tetapi Myanmar telah menunda pemulangan dengan mengatakan bahwa perlu lebih banyak waktu untuk pengaturan logistik.

Sumber: Press TV

(TribunnewsWiki.com/Ahmad Nur Rosikin)



Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer