"Data kita, itu 50 hotel dan restoran sudah tutup, tidak beroperasi lagi dan karyawan dirumahkan, bahkan ada yang di PHK (pemutusan hubungan kerja)," ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (3/2/2021).
Ia mengungkapkan hotel dan restoran yang tutup permanen tersebut memiliki tingkat kunjungan yang rendah, sehingga tak memiliki kesanggupan untuk membayar biaya bulanan seperti gaji karyawan, BPJS, sewa, hingga listrik.
Alhasil, sebagian pengusaha yang hotelnya tutup permanen bahkan memilih menjual hotel mereka. Deddy bilang, informasi penjualan hotel di Yogyakarta bisa ditemui di platform-platform online.
"Jadi mati karena cashflow-nya sudah enggak punya apa-apa, makannya pilihan terakhir yang pahit adalah menjual. Ini memang belum ada laporan resmi ke PHRI, tapi mereka sudah menawarkan melalui online. Memang kondisi real-nya seperti ini sekarang," ungkap dia.
Di samping itu, lanjut Deddy, sekitar 100 hotel dan restoran yang kini memilih tutup sementara.
Hal ini jadi pilihan pengusaha untuk menekan kerugian yang semakin besar akibat ketidakpastian kondisi di masa pandemi.
Baca: Ini Alasan Mengapa Kebanyakan Seprai di Kamar Hotel Berwarna Putih
Menurutnya, jika kondisi sudah membaik maka hotel dan restoran itu akan beroperasi kembali. "Mereka lihat situasi dan kondisi, jadi ibaratnya ambil nafas dulu," imbuhnya.
Sementara saat ini tercatat sebanyak 172 hotel dan restoran di Yogyakarta yang masih beroperasi.
Namun, kemampuan dana yang dimiliki diperkirakan hanya cukup untuk 3 bulan ke depan. "Masih beroperasi tapi nafasnya sudah terengah-engah," kata Deddy.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PHRI: 50 Hotel di Yogyakarta Gulung Tikar, Sebagian Dijual " dan "Hotel-hotel di Jakarta Dijual di Marketplace akibat Pandemi Covid-19, Ada yang Harganya Rp 2,7 Triliun"