Pengambilan data serta pemeriksaan turut melibatkan Dinas Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral (PESDM) Kabupaten Sukabumi.
Kajian ini didasari adanya laporan Pemerintah Desa Cijangkar, yang ingin mengetahui kondisi tanah.
Untuk menjaga kekhawatiran masyarakat Dusun Ciherang, karena semakin hari semakin ada retakan," terang Kepala Seksi Pencegahan BPBD Kabupaten Sukabumi Nanang Sudrajat kepada Kompas.com, Kamis (28/1/2021).
"Hari ini kami melaksanakan pengkajian manual, sambil menunggu penyelidikan secara detail dari Badan Geologi," ujarnya.
Kendati demikian, untuk mengambil langkah lebih lanjut tetap harus menunggu penyelidikan penyelidikan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)-Badan Geologi.
"Mudah-mudahan saja tim PVMBG bisa secepatnya ke Ciherang," ungkap Nanang.
Kondisi
Baca: Intensitas Erupsi Merapi Tinggi, PT Angkasa Pura I Siapkan Antisipasi Bencana Alam di 2 Bandara
Baca: Sering Terjadi Bencana Alam Gempa Bumi, Berikut Cara Antisipasi Gempa Menurut BMKG
Warga setempatmulai resah dengan fenomena tanah bergerak sejak Minggu (13/12/2020).
Namun kondisi kian parah belakangan ini.
Beberapa waktu terakhir, warga menjumpai adanya retakan pada bangunan da tanah, baik di area perumahan maupun persawahan.
Menurut data Pemerintah Desa (Pemdes) Cijangkar setidaknya terdapat 16 unit rumah yang terdampak oleh kejadian ini.
Rumah tersebut dihuni 18 KK dengan total 40 jiwa.
Tanah bergerak juga mengancam 101 unit rumah yang ditempati 116 kepala keluarga dengan jumlah kesuluruhan 366 jiwa.
Ada 6 rumah yang dibongkar akibat bencana ini. Sementara itu, sebanyak 114 jiwa dari 37 kepala keluarga mengungsi.
Baca: BNPB: Sudah Ada 185 Bencana di Tanah Air pada 1-21 Januari 2021, Mayoritas Banjir
Baca: Jakarta Dilanda Cuaca Ekstrem hingga 2 Februari, Waspada Potensi Banjir Bandang 2 Hari
Kepala Seksi ESDM pada Dinas Perindustrian dan ESDM Kabupaten Sukabumi Mukhsin Badrusalam menyebut ada beberapa faktor yang bisa jadi penyebab tanah bergerak.
Beberapa di antaranya, curah hujan, tofografi, geologi, dan tutupan lahan.
"Sekarang hanya mengambil data lapangan, melihat langsung rekahan-rekahan," jelas Mukhsin setelah pengecekan lapangan.
Mukhsin menjelaskan apabila dilihat secara topografi, fenomena ini terjadi di lereng.