Dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan, Ditaksir Capai Rp 43 Triliun, Setara Gaji 10 Juta Pekerja

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).

Menurutnya, KSPI jateng akan konsen mengikuti kasus ini.

Apabila kasus ini terbukti dan diganjar dengan hukuman ringan, buruh pekerja akan siap melawan.

"Karena menurut kami tanpa sanksi yang menjerakan, mustahil negeri ini bisa bebas korupsi.

Wabah covid tak mampu membuat bangsa ini ambruk, namun jika membiarkan wabah korupsi menggerogoti bangsa ini, maka keruntuhan negeri ini akan jadi keniscayaan," katanya.

Pihaknya mendukung penuh langkah yang diambil Kejagung dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi ini.

Ia juga meminta proses pemeriksaan dilakukan secara transparan.

"Kami akan terus mengawal kasus ini sampai selesai. Triliunan uang buruh diduga dikorupsi BPJS Ketenagakerjaan," tandas Aulia yang juga Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jateng ini.

Kejagung mulai melakukan penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Pemeriksaan saksi telah dimulai sejak Selasa (19/1/2021).

Jaksa penyidik juga telah menggeledah kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta Selatan, pada Senin (18/1/2021), dan menyita sejumlah data dan dokumen.

Baca: Inilah Buronan Korupsi Pertama yang Ditangkap di Tahun 2021, Rugikan Negara hingga Rp 22,45 M

Beda dengan Jiwasraya

Ketua advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyebut, dugaan perkara tindak korupsi pada pengeloaan dana BPJS Ketenagakerjaan berbeda dengan kasus Jiwasraya dan Asabri.

Sebab, tidak ada saham milik Benny Tjokro pada investasi lembaga publik tersebut.

Walau pada Mei 2016 lalu, Benny sempat memohon kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk membeli saham Hanson International berdasarkan dokumen yang ia peroleh.

"Seluruh lembaga punya uang seperti Jiwasraya, Asabri dan BPJS Ketenagakerjaan diminta untuk membeli saham Benny. Jiwasraya dan Asabri membeli tapi BPJS menolak," kata Timboel, kepada Kontan.co.id, Jumat (22/1).

Dengan begitu, menyamakan kasus Jiwasraya dengan BPJS sebagai sesuatu yang tidak tepat.

Ia juga mempertanyakan, apakah Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menemukan fakta kecurangan.

Bukan justru menyasar unrealized loss (kerugian tidak nyata) investasi saham ketika pasar modal goyang akibat Covid-19.

"Misalnya, pada 2020 beli saham pada harga Rp 10 ribu. Karena harga saham turun, saham dari yang nilainya Rp 100 ribu menjadi Rp 85 ribu. Itu belum tentu rugi, saham akan rugi ketika dijual," lanjutnya.

Apalagi portofolio saham lembaga ini relatif baik karena mayoritas ditempatkan pada saham LQ45.

Baca: Andi Arief Minta KPK Klarifikasi soal Laporan Tempo terkait Gibran dan Sritex dalam Korupsi Bansos

Walau ada sebagain bukan LQ45 tapi punya kapitalisasi saham baik seperti Waskita Karya, Krakatau Steel, Wijaya Karya dan Astra Agro Lestari.

Halaman
123


Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer