Pasalnya seorang dokter asal Cirebon mengatakan cara penyuntikan vaksin terhadap Jokowi salah.
Menurut sang dokter, penyuntikan tersebut gagal karena tak tepat sasaran.
Suntikan vaksin tersebut harusya menembus otot, bukan hanya di kulit.
Pesan tersebut ditulis oleh dr. Taufiq Muhibbuddin Waly Sp.PD.
“Suntikan vaksin yang dilakukan pada Anda hanyalah sampai di kulit (intrakutan) atau di bawah kulit (subkutan). Itu berarti vaksin tidak masuk ke darah,” tulis Taufiq dalam pesan tersebut.
Menanggapi viralnya isu pesan berantai di media sosial dan WAG soal vaksinasi Jokowi, Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban jelaskan lewat utas Twitternya.
Ia pun menuliskan jika isu tersebut bermula dari seorang dokter di Cirebon yang mengatakan injeksi vaksin Sinovac seharusnya intramuskular (menembus otot) sehingga penyuntikannya harus dilakukan dengan tegak lurus (90 derajat).
Baca: Rekam Jejak Ribka Tjiptaning yang Dirotasi Setelah Tolak Vaksin Covid-19, Pernah Jadi Dokter
Baca: Paling Keras Tolak Vaksin Covid-19, Ribka Tjiptaning Dirotasi PDIP, Digeser ke Komisi VII DPR RI
Dikutip dari akun Twitternya @ProfesorZubairi, Selasa (19/1/202), Zubairi dengan tegas mengatakan jika isu vaksinasi Jokowi gagal adalah tidak benar.
"Menurut dokter itu, vaksin yang diterima @jokowi tidak menembus otot, karena tidak 90 derajat. Sehingga, dianggapnya, vaksin tersebut tidak masuk ke dalam darah, dan hanya sampai di kulit (intrakutan) atau di bawah kulit (subkutan). Apakah benar?," tulisnya.
Ia pun menjelaskan, menyuntik tidak harus selalu tegak lurus dengan cara intramuskular.
Cara tersebut termasuk ke dalam pemahaman lama.
Zubairi bahkan menambahkan judul penelitian soal mitos menyuntik intramuskulat sudut 90 derajat.
"Penelitian itu ditulis oleh DL Katsma dan R Katsma, yang diterbitkan di National Library of Medicine pada edisi Januari-Februari 2000. Intinya, persyaratan sudut 90 derajat untuk injeksi intramuskular itu tidak realistis,"
Pasalnya, trigonometri menunjukkan, suntikan yang diberikan pada 72 derajat, hasilnya itu mencapai 95 persen dari kedalaman suntikan yang diberikan pada derajat 90.
Artinya, apa yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib sudah benar dan tidak harus diragukan.
Profesor Zubairi kemudian menjawab soal pertanyaan risiko adanya Antibody Dependent Enhancement (ADE), kondisi di mana virus mati yang ada di dalam vaksin masuk ke jaringan tubuh lain dan menyebabkan masalah kesehatan.
"Jawabannya: kan tidak terbukti di uji klinis satu, dua dan tiga bahwa ADE itu terjadi pada vaksin Sinovac,"
"Dulu pernah diduga terjadi pada vaksin demam berdarah. Saya enggak tahu bagaimana perkembangannya lagi. Silakan dicek,"
Baca: IDI Buka Suara Terkait Kabar Vaksinasi Presiden Jokowi Gagal: Tidak Benar
Baca: Vaksin Covid-19 Jokowi Dikabarkan Gagal, IDI: yang Dilakukan Dokter Kepresidenan Sudah Benar
Kemudian menurutnya, dokter juga bisa menentukan ukuran jarum suntik yang digunakan dalam proses vaksinasi.