"Karena ini masih dalam proses uji sebenarnya. Karena belum selesai. Jika di fase sebelumnya dinyatakan tidak ada hal-hal yang mengkhawatirkan ya kita syukuri, tapi sistem pengawasan harus siap merespons, mengantisipasi segala hal yang bisa terjadi," ucapnya.
Selanjutnya, Dicky mengingatkan bahwa antara efikasi dan efektivitas vaksin adalah dua hal yang berbeda.
Ia menyebutkan, umumnya nilai efektivitas akan jauh lebih kecil daripada efikasi.
Dicky menambahkan perbedaan antara nilai efikasi di Indonesia dengan dua negara lainnya yaitu Brazil dan Turki juga patut diperhatikan.
Menurut dia, perbedaan nilai tersebut menjadi tugas besar dari Sinovac untuk dapat menjelaskan.
Baca: Daftar Orang yang Tak Boleh Mendapatkan Vaksin Covid-19: Pernah Terinfeksi hingga Penderita Diabetes
Baca: Daftar Orang yang Tak Boleh Mendapatkan Vaksin Covid-19: Pernah Terinfeksi hingga Penderita Diabetes
"Untuk melakukan analisis secara keseluruhan. Karena tidak mungkin dan tidak akan ada vaksin yang memiliki efikasi dibuat di sana dibuat di sini, efikasinya beda-beda. Tidak ada seperti itu. Tidak mungkin," ucap Dicky.
Sebab, ia menilai bahwa tidak ada vaksin yang diproduksi oleh perusahaan yang sama, tetapi berdasarkan uji klinis menunjukkan hasil efikasi yang berbeda.
Seperti diketahui sebelumnya, uji klinik vaksin Sinovac di Turki menunjukkan efikasi mencapai 91,25 persen, sedangkan di Brazil 78 persen.
Hal ini yang kemudian menimbulkan pertanyaan bagi epidemiolog dan ahli kesehatan lainnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Epidemiolog Nilai Vaksin Sinovac Aman, Halal, Efikasi Memadai Penuhi Threshold" dan Kontan.co.id dengan judul "Izin vaksin corona Sinovac keluar, Jokowi akan divaksin besok"