Mahathir, yang menjabat sebagai perdana menteri Malaysia dua kali selama total 24 tahun, mengatakan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron 'sangat primitif' dan 'tidak menunjukkan bahwa dia beradab'.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengecam pernyataan Mahathir, menyebutnya 'tidak masuk akal dan menjijikkan' ketikamemberikan penghormatan kepada para korban serangan teror di Prancis selatan.
"Satu-satunya hal yang harus dikatakan hari ini adalah mengutuk sepenuhnya serangan itu. Satu-satunya tanggapan adalah benar-benar hancur,'' kata Morrison kepada radio 2GB pada Jumat pagi.
Menteri Digital Prancis menuntut Twitter untuk menangguhkan akun Mahathir.
Mahathir tidak menyebut secara langsung serangan di sebuah gereja di Nice.
Baca: Uni Eropa Ancam Berikan Sanksi Jika Turki Tidak Hentikan Provokasi Pemboikotan Produk Prancis
Tetapi komentarnya muncul di tengah kemarahan di seluruh dunia Islam terhadap Presiden Emmanuel Macron karena membela karikatur Nabi Muhammad SAW dan bersamaan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Mantan PM Malaysia berkata: "Orang Prancis harus mengajari rakyatnya untuk menghormati perasaan orang lain."
Mahathir mengatakan, Prancis dan Macron menyalahkan semua Muslim dan agama Muslim atas apa yang dilakukan oleh satu orang yang marah, maka Muslim berhak menghukum Prancis.
"Boikot tidak dapat mengkompensasi kesalahan yang dilakukan oleh Prancis selama ini."
Itu juga terjadi dua minggu setelah seorang guru sekolah, Samuel Paty, dipenggal kepalanya di Paris karena mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad SAW di kelasnya dalam pelajaran tentang kebebasan berbicara.
Baca: Menyusul Perkataan Presiden terkait Kartun Nabi Muhammad, Prancis Minta Boikot Produknya Dihentikan
Macron dan yang lainnya juga telah melancarkan pembelaan menyeluruh atas kebebasan berekspresi dan hak untuk mengejek agama manapun, dalam sebuah tindakan yang telah mengobarkan ketegangan di beberapa negara Muslim.
Walikota Nice Christian Estrosi mengatakan sudah saatnya bagi Prancis untuk membebaskan diri dari hukum perdamaian untuk secara definitif menghapus Islamo-fasisme dari Prancis.
Ia menyerukan mobilisasi total melawan ekstremisme dalam apa yang disebut orang lain sebagai "perang yang dilancarkan kaum Islamis terhadap bangsa kita".
Perdana Menteri Macron Jean Castex mengatakan tingkat kewaspadaan Prancis telah dinaikkan ke "darurat serangan tertinggi" setelah kekerasan di Nice.
Beberapa jam setelah serangan Nice, seorang pria bersenjata ditembak mati oleh polisi di Paris sementara seorang penikam ditangkap karena menyerang seorang penjaga di konsulat Prancis di Arab Saudi.
Berbicara di parlemen, di mana dia sebelumnya berbicara tentang penguncian baru Prancis, Castex mengatakan serangan Nice itu 'sama pengecut dan biadab'.
(tribunnewswiki.com/hr)