Kritik Pernyataan Menaker Ida Fauziyah, Serikat Buruh: Pekerja Kontrak Terus-menerus Jelas Tak Baik

Penulis: Haris Chaebar
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa aksi buruh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pukul 11.30 WIB, Senin (12/10/2020).

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Di berbagai daerah di Indonesia, ribuan mahasiswa dan buruh/pekerja turun melakukan aksi ke jalanan untuk menolak disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja dan mendesak pemerintah mengeluarkan Perppu.

Mayoritas dari suara buruh/pekerja dan mahasiswa yang melakukan demonstrasi yakni mencecar keputusan Paripurna DPR RI yang mengesahkan Omnibus Law dengan sangat terburu-buru dan minim dialektika yang komprehensif dengan banyak elemen masyarakat.

Seperti diketagui, Omnibus Law ini diajukan oleh Pemerintah Jokowi ke DPR untuk dibahas rancangannya dan mulai dikebut sejak Februari 2020 lalu.

Demonstrasi meluas di beberapa daerah di Indonesia.

Banyak pasal dalam Omnibus Law terkhusus klaster ketenagakerjaan yang dianggap kontroversial dan bisa merugikan pekerja/buruh/karyawan atau siapapun mereka yang bekerja dengan orang lain.

Hal yang membuat publik marag dengan Omnibus Law Cipta Kerja misalnya tentang dihapuskannya UMK yang direncanakan diganti menjadi upah per jam, penghapusan libur 2 kali seminggu, pengurangan pesangon, tidak ada ketentuan tentang pegawai tetap dan lain-lain.

Banyak pakar hukum, akademi kampus, LSM, NU, Muhammadiyah hingga lembaga-lembaga lain yang dengan tegas menyatakan menolak diterapkannya Omnibus Law karena potensi merugikan masyarakat dan bangsa Indonesia dinilai sangat besar.

Namun, kengotototan Pemerintah Jokowi dan DPR RI untuk segera mengesahkan Omnibus Law (tak hanya terkait Cipta Kerja) ini lah yang memantik amarah publik hingga turun ke jalanan.

Baca: Hari Ini Mahasiswa Kembali Berunjuk Rasa Menolak UU Cipta Kerja, Polisi Terjunkan 6.000 Personel

Belum lagi narasi yang dibangun kubu pemerintah dengan menyatakan Omnibus Law menguntungkan buruh/pekerja/karyawan meski demonstrasi besar-besaran terus terjadi di Indonesia.

Terbaru, Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Jumisih mengkritik pernyataan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah yang mengklaim pekerja kontrak akan mendapatkan keuntungan dalam UU Cipta Kerja.

Massa berusaha mundur saat polisi menembakan gas air mata dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/10/2020). Para demonstran menolak Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang baru disahkan oleh DPR RI. Dalam aksinya, mereka sempat berusaha masuk Gedung DPRD Jabar dengan mendobrak pintu gerbang namun usahanya gagal. (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

"Bagi saya itu pembenaran, bagaimana mungkin menteri memberikan narasi, bahwa buruh kontrak secara terus-menerus kondisinya itu lebih baik, ya jelas tidak," tegas Jumisih melansir dari Kompas.com, Selasa (20/10/2020).

Dalam praktiknya, kata Jumisih, pilihan yang terbaik di dalam sistem ketenagakerjaan Indonesia adalah penerapan pekerja tetap atau karyawan tetap.

Artinya, kata dia, selama ini banyak kerugian yang dialami pekerja selama sistem kontrak tak dihapuskan.

Baca: Berkat UU Cipta Kerja, WNA Boleh Punya Apartemen di Indonesia

Kerugian itu, misalnya, terabaikannya perlindungan dan hak-hak buruh.

Untuk itu, tegas dia, pemerintah seharusnya mengeluarkan aturan yang menjadikan semua buruh sebagai pekerja tetap, bukan justru melanggengkan pekerja kontrak seumur hidup.

"Ini sungguh pernyataan yang aneh, kalau mau melindungi pekerja jangan tanggung-tanggung, pastikan seluruh buruh di Indonesia menjadi pekerja tetap, itu baru kita nyatakan perlindungan," tegas dia.

"Jadi pasal terkait PKWT itu tidak berpihak kepada kita dan kami tidak setuju terhadap itu," terang Jumisih.

Pernyataan Menaker terkait Omnibus Law

 Pemerintah dan Dewa Perwakilan Rakyat (DPR) mengubah skema kontrak kerja dalam UU Cipta Kerja.

Dalam Omnibus Law Cipta Kerja, Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus.

Halaman
123


Penulis: Haris Chaebar
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer