"Hingga saat ini Uji Klinis tajap 3 berjalan lancar dan belum ada dilaporkan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) serius akibat pemberian suntikan calon vaksin Covid-19," kata dia.
30 juta vaksin Covid-19 impor
Sebelumnya, Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang juga menjabat Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan pada kuartal IV tahun ini akan kedatangan 30 juta dosis vaksin virus corona.
Airlangga menyebutkan vaksin- vaksin impor didatangkan China yakni dari Sinovac dan Sinopharm, lalu sisanya berasal dari AstraZeneca, Inggris.
Pemerintah telah mengorder 50 juta vaksin dari Astra Zeneca dan sekarang telah berangkat untuk pemesanan pertama.
Baca: Jubir Kemenlu China Sebut Negaranya Akan Menjual Vaksin Covid-19 dengan Harga Masuk Akal
Baca: Agar Tercipta Kekebalan Efektif, 180 Juta Penduduk Indonesia Akan Disuntik Vaksin Covid-19
Sebelumnya, pemerintah juga sudah memesan jutaan vaksin dari Sinovac China.
"Menteri Kesehatan, Menteri Luar Negeri, dan Menteri BUMN sedang mengurus pembelian vaksin itu," ujar Airlangga dikutip dari laman resmi Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Covid19.go.id.
Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, pemerintah telah mengeluarkan peraturan presiden (Perpres) untuk pengadaan vaksinasi ini.
"Diperkirakan 160 juta vaksin secara bertahap sampai dengan tahun 2022. Persiapannya sendiri sedang dilakukan," ujar Airlangga.
Terkait dengan keberadaan KPCPEN yang hampir tiga bulan ini Airlangga menyampaikan hasil evaluasinya.
Pertama, penanganan Covid-19 per 12 Oktober 2020, rata-rata persentase kasus Covid-19 aktif sudah 19,97 persen membaik dibanding dengan beberapa bulan lalu yang sempat berada di angka 22,1 persen.
Sedangkan recovery rate pada data tanggal 11 Oktober 2020 menunjukkan peningkatan mencapai 76,48 persen lebih tinggi dari bulan sebelumnya 75 persen akibat menurun kasus aktif di beberapa provinsi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Beredar Isu Sinovac China Jual Vaksin Lebih Mahal ke RI, Benarkah?"