Penangkapan delapan orang anggota KAMI tersebut disertai dengan sejumlah bukti.
Kepala Biro Penanganan Masyarakat Divisi Humas Polri Mabes Polri (Pol) Awi Setiyono menjelaskan salah satu buktinya ialah tangkapan layar percakapan grup WhatsApp.
Dalam percakapan tersebut, menurut Awi terdapat narasi kebencian pengahasutan dan SARA terkait UU Cipta Kerja.
“Kalau rekan-rekan membaca WA-nya, ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarkis, itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut," ujar Awi di Bareskrim Polri, Selasa (13/10/2020), dikutip dari Tribunnews.com.
Selain itu, Awi menambahkan terdapat perencanaan untuk melakukan perusakan saat demo UU Cipta Kerja.
Kemudian ada sebuah proposal yang diduga untuk meminta biaya terkait demo UU Cipta Kerja.
Saat ini penyidik sedang mendalami aktor yang membiayai aksi UU Cipta Kerja berujung anarkis.
“Semua sudah mulai masuk ke materi penyidikan, proposalnya ada,” ujar Awi.
Dikutip dari TribunJakarta.com, anggota KAMI yang pertama kali ditangkap adalah Ketua KAMI Medan Khairi Amri.
"Tanggal 9 Oktober 2020 atas nama KA ditangkap tim siber Sumatera Utara," ujar Awi.
Baca: Dituding Jadi Dalang Demo Penolakan UU Cipta Kerja, AHY: Tuduhan Itu Menyakiti Hati Nurani Rakyat
Baca: Waket DPR Azis Syamsuddin: Saya Jamin Tak Ada Pasal Selundupan dalam UU Cipta Kerja
Sehari berselang, Tim siber Polda Sumatera Utara menangkap Juliana dan Devi.
"Kemudian tanggal 12 Oktober 2020 ditangkap atas nama WRP oleh tim siber Polda Sumatera Utara," tutur Awi.
Empat orang petinggi kami lainnya ditangkap Bareskrim Polri di sejumlah wilayah di Jakarta.
Awi mengungkapkan, penangkapan Anton Permana dilakukan di Rawamangun, Jakarta Timur pada 12 Oktober 2020 antara pukul 00.00 hingga 02.00.
"Tanggal 13 Oktober ada dua kali penangkapan. Yang pertama ditangkap atas nama SG ditangkap di Depok pada pukul 04.00 tadi pagi. Kemudian yang kedua saudara JH ditangkap di Cipete Jakarta Selatan sekitar pukul 05.00," ungkap dia.
Sebelumnya, sambung dia, Bareskrim Polri telah menangkap Kingkin Anida di kawasan Tangerang Selatan pada 10 Oktober 2020 sekitar pukul 13.30 WIB.
"Mereka dipersangkakan melanggar: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan atas SARA dan atau penghasutan," kata Awi.
Baca: Draf Final RUU Ciptaker Jumlah 812 Halaman Selesai, Azis Syamsuddin: Siap Dikirim ke Jokowi Hari Ini
Mereka dijerat Pasal 45 A ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau pasal 160 KUHP tentang penghasutan dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.