Namun hingga artikel ini dimuat Kamis, (8/10/2020) rupanya naskah UU Cipta Kerja belum final.
Informasi ini dikatakan oleh Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Firman Soebagyo.
Kepada Kompas.com, Firman mengungkap bahwa saat ini draf RUU Cipta Kerja masih dilakukan penyempurnaan oleh DPR RI.
"Sampai hari ini kita sedang rapikan, kita baca dengan teliti kembali naskahnya jangan sampai ada salah typo dan sebagainya," kata Firman, Kamis (9/10/2020).
Setelah difinalisasi, naskah RUU Cipta Kerja akan dikirim kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditandatangani.
"Nanti hasil itu akan segera dikirim ke presiden untuk ditandatangani jadi UU dan sudah bisa dibagikan ke masyarakat," tutur Firman.
Baca: Protes UU Cipta Kerja, Aksi Solo Gugat Omnibus Law Berlangsung Siang Ini dan Trending di Twitter
Baca: BEM SI Demonstrasi ke Istana Negara, Presiden Jokowi Pilih Kunjungi Kalimantan Tengah
Firman mengatakan dirinya khawatir jika publik keliru atau terprovokasi terhadap UU Cipta Kerja.
Terlebih RUU Cipta Kerja yang beredar di berbagai platform media sosial kerap ditampilkan sebagai UU Cipta Kerja yang telah final.
"Kalau ada pihak-pihak menyampaikan melalui pandangan lama pastinya akan beda dengan yang final. Apalagi kalau mereka hanya di ujung," ujar Firman.
Lebih lanjut, Firman membahas mengenai beberapa topik kontroversional dalam RUU Cipta Kerja.
Diantaranya ketentuan cuti haid, cuti kematian, upah minimum, pembatasan outsourcing, hingga pesangon.
Firman menjelaskan, klausul mengenai pesangon memang awalnya sesuai UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003.
Dimana pada ketentuan tersebut, pesangon akan diberikan sebanyak 32 kali upah.
Namun di lapangan hanya 7 persen perusahaan saja yang sanggup memberikan 32 kali upah.
Oleh karena itu Baleg DPR dan pemerintah menyepakati pesangon sebanyak 25 kali upah ditambah 6 kali yang dijamin negara lewat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
"Artinya kalau membuat UU itu harus bisa dilaksanakan. Tidak bisa membuat UU kasih pesangon 32 kali tapi tidak bisa dieksekusi malah rakyat makin dibohongi," ujarnya.
"Nah, dari 25 kali itu ada jaminan kehilangan pekerjaan," imbuh Firman.
Bakal dikepung demonstran UU Cipta Kerja, akses menuju Gedung DPR RI ditutup