Azis Syamsuddin Sebut Ada 18 Anggota DPR Positif Covid-19 Saat Sidang Paripurna RUU Cipta Kerja

Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin.(Dok. DPR RI)

Rancangan Undang-Undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020).

Baca: Picu Gelombang Demo Buruh di Tengah Pandemi Covid-19, UU Cipta Kerja Indonesia Disorot Media Asing

Baca: 10.000 Anggota Serikat Pekerja Metal di Depok Tolak Keras UU Omnibus Law Cipta Kerja

Pembahasan Kilat dan Kejar Tayang

Sebelum disahkan oleh DPR menjadi UU Cipta kerja, pembahasan RUU cipta Kerja terbilang kilat dibandingkan pembahasan RUU lain.

Bahkan, target awalnya RUU Cipta Kerja bisa diselesaikan sebelum 17 Agustus meskipun negara tengah digempur pandemi Covid-19.

Kejar tayang pembahasan RUU ini diklaim demi kemudahan investasi di Indonesia.

Sidang-sidang pembahasannya dilakukan siang malam bahkan hingga larut malam, meskipun dibahas di tengah masa reses dan pandemi.

Pemerintah dan Baleg DPR RI memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo ( Jokowi) pada 24 April lalu.

Hal ini untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.

Dengan segera disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, diharapkan bisa mendorong peningkatan investasi, terutama investasi asing di Tanah Air.

Peningkatan investasi, menurut pemerintah, akan mengatrol pertumbuhan ekonomi sekaligus menciptakan peluang kerja lebih banyak terutama di masa pandemi virus corona (Covid-19).

Rancangan Undang-Undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja resmi disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020). Inilah isi lengkap UU Omnibus Law Cipta Kerja dan kronologi perumusannya. (TribunnewsWiki)

Ditolak Serikat Buruh

Sejumlah serikat pekerja menyatakan kecewa dengan hasil pembahasan RUU Cipta Kerja antara lain FSPM dan FSBMM, SERBUK Indonesia, PPIP, FSP2KI dan FBTPI. Ketua Umum SERBUK Indonesia Subono menilai, pekerjaan baru yang dijanjikan oleh Omnibus Law ini bukanlah pekerjaan nyata.

RUU Cipta Kerja hanya salah satu bagian dari omnibus law.

Dalam omnibus law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan, antara lain RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Namun demikian, Omnibus Law Cipta Kerja jadi RUU yang paling banyak jadi sorotan publik. Selain dianggap banyak memuat pasal kontroversial, RUU Cipta Kerja dinilai serikat buruh hanya mementingkan kepentingan investor.

Secara substansi, RUU Cipta Kerja adalah paket Omnibus Law yang dampaknya paling berpengaruh pada masyarakat luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia.

Hal ini yang membuat banyak serikat buruh mati-matian menolak RUU Cipta Kerja.

Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law adalah dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar pekerja.

Salah satu yang jadi sorotan yakni penghapusan skema upah minimum UMK yang diganti dengan UMP yang bisa membuat upah pekerja lebih rendah.

Lalu, buruh juga mempersoalkan Pasal 79 yang menyatakan istirahat hanya 1 hari per minggu.

Halaman
123


Penulis: Ika Wahyuningsih
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer