Jika RUU Cipta Kerja Disahkan, Apakah Buruh Akan Dibayar Lebih Rendah?

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Archieva Prisyta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Penolakan Omnibus Law: Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7/2020).

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Serikat buruh menolak Rancangan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, satu di antaranya karena adanya pasal yang menghilangkan ketentuan terkait upah minimun sektoral.

Upah sektoral diterapkan melalui penetapan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan Upah Sektoral (UMSK).

Skema upah minimum akan menggunakan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) apabila UMK dihapus.

Skema upah tersebut yang diatur dalam Pasal 88 dan Pasal 89 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Upah minimum terdiri dari UMK dan UMP yang ditetapkan gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari dewan pengupahan provinsi dan bupati/wali kota.

Baca: Bayang-bayang Ancaman RUU Cipta Kerja Jika Berhasil Disahkan Bisa Ancam Pekerja Kantoran

Penetapan UMK dan UMP didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup atau KLH.

KHL saat ini berlaku 60 item, sementara yang diusulkan oleh serikat buruh mencapai 78 item komponen.

Dijelaskan lebih lanjut di Pasal 90 UU Nomor 13 Tahun 2003, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan.

#GejayanMemanggilLagi diserukan oleh Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) Yogyakarta untuk menuntut penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Twitter/@MarsinahdHede)

Sementara itu dalam RUU Cipta Kerja Omnibus Law BAB IV Ketenagakerjaan Bagian 2, disebutkan bahwa di antara pasal 88 dan pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disisipkan tujuh pasal yakni pasal 88A sampai 88G.

"Berdasarkan hasil keputusan tripartit, menyepakati upah minimum padat karya dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja, saya ingin menegaskan ini kabar baik dan harapan bagi pekerja dan serikat pekerja," kata Ketua Baleg DPR RI Supraptman dalam keterangan resminya seperti dikutip pada Senin (5/10/2020).

Baca: Warganet Kritik Para Artis yang Promosikan RUU Cipta Kerja, Istana Bantah Berikan Bayaran

Upah lebih rendah dengan UMP

Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, Kahar Cahyono, mengungkapkan terdapat pasal yang dinilai dapat merugikan buruh/pekerja.

Pertama, pasal 88C. Kahar menilai bunyi pasal itu berarti menghilangkan upah minimum sektoral kabupaten/kota.

Artinya, buruh yang saat ini upahnya mengacu upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) atau upah minimum kabupaten/kota (UMK) akan dirugikan.

"Pasal 88 C. Upah Minimum hanya UMP gitu? Tidak ada UMSK," kata Kahar dikutip dari Kontan.

Sebagai perbandingan, UMK 2020 di Kabupaten Karawang Rp4.594.324, Kota Bekasi Rp4.589.708, Kabupaten Bekasi Rp4.498.961, dan Kota Depok Rp4.202.105.

Baca: Hari Buruh di Tengah Pandemi Corona, Serikat Buruh DIY Tolak Dilanjutkannya RUU Cipta Kerja

Kemudian pasal 88D ayat (1), disebutkan formula kenaikan upah minimum hanya berdasarkan pertumbuhan ekonomi.

Artinya, penetapan formula ini lebih buruk daripada penetapan kenaikan upah minimum berdasarkan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Lah terus formula kenaikan cuma dikali ke Pertumbuhan Ekonomi? (Ini) Lebih buruk dari PP 78, yang kenaikannya berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi," kata Kahar.

Sebagai contoh, kenaikan UMP/UMK 2020 adalah 8,51 persen. Berdasarkan Surat Kepala BPS Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 Tanggal 2 Oktober 2019, inflasi pada tahun 2019 sebesar 3,39 persen, dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen.

Halaman
123


Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: Archieva Prisyta

Berita Populer