Dengan demikian, gas ozon punya potensi untuk digunakan dalam pembersihan ruang pemeriksaan dan area tunggu di rumah sakit.
Dilansir dari Reuters,(26/8/2020), para ilmuwan di Universitas Kesehatan Fujita, Jepang, dalam sebuah konferensi mengatakan mereka telah membuktikan bahwa gas ozon dengan konsentrasi 0,005 sampai 0,1 part per million (ppm) bisa membasmi virus corona.
Kadar ini juga dianggap tidak berbahaya bagi manusia.
Ekseprimen tersebut menggunakan generator ozon dalam sebuah ruang tertutup yang di dalamnya ada sampel virus corona.
Potensi virus menurun lebih dari 90 persen ketika diberikan ozone kadar rendah selama 10 jam.
Baca: Terkonfirmasi, Pria Hong Kong Kembali Terinfeksi Virus Corona Setelah Sembuh, Strain-nya Berbeda
"Penularan virus corona baru mungkin dapat dikurangi dengan ozon berkonsentrasi rendah secara terus-menerus, bahkan di lingkungan tempat orang-orang berada, menggunakan sistem semacam ini," kata peneliti utama, Takayuki Murata.
"Kami menemukan bahwa hal itu terutama efektif di kondisi dengan kelembapan tinggi."
Ozon adalah sejenis molekul oksigen dan diketahui dapat menonaktifkan patogen.
Penelitian sebelumnya menunjukkan ozon dengan konsentrasi tinggi, antara 1-6 ppm, efektif melawan virus corona, tetapi juga berpotensi meracuni manusia.
Sebuah studi baru-baru ini di Institut Teknologi Georgia memperlihatkan ozon bisa efektif membersihkan pakaian pelindung, kacamata pelindung, dan peralatan pelindung medis lainnya.
Rumah Sakit Universitas Kedokteran Fujita di Jepang telah memasang generator ozon untuk mengurangi infeksi di area tunggu dan ruang pasien.
Baca: WASPADA, Virus Corona Bisa Bertahan Dalam Daging, Ayam, dan Ikan Beku Sampai 21 Hari
Terkonfirmasi, pria Hong Kong kembali terinfeksi virus corona setelah sembuh
Peneliti di Universitas Hong Kong menyatakan seorang pria di Hong Kong kembali terinfeksi virus corona setelah dinyatakan sembuh.
Ini adalah kasus terkonfirmasi pertama pasien terjangkit Covid-19 untuk kedua kalinya.
Dilansir dari Nbcnews, (25/8/2020), hasil penemuan ini menunjukkan bahawa mereka yang pulih dari Covid-19 mungkin hanya memiliki kekebalan jangka pendek.
Kasus ini kemungkinan besar akan menjadi perhatian penting bagi para ilmuwan yang saat ini menggunakan antibodi dari pasien Covid-19 yang sembuh, dan mereka yang berupaya mengembangkan vaksin.
Meski demikian, terlalu dini untuk menarik kesimpulan dari kasus tersebut.
Baca: Mutasi Corona D614G Terdeteksi di Asia Tenggara dan 10 Kali Lebih Menular, Vaksin Tetap Efektif?
Hasiil penelitian itu juga tidak serta merta menimbulkan kepanikan karena infeksi ulang adalah hal yang umum terjadi pada virus corona lainnya.
Akiko Iwasaki, seorang profesor immunobiologi di Yale University, berkomentar melalui akun Twitternya setelah hasil studi dirilis.
Dia mengatakan hasil penelitian itu tidak memperlihatkan sesuatu "yang tak terduga" atau tidak ada kejutan besar.