Dalam kondisi kesakitan, Arianti masih harus menunggu hasil rapid test yang keluar dalam 30 menit.
Karena menahan sakit yang tak terkira, Arianti kembali memohon pada dokter di Puskesmas.
Baca: Siswi 10 Tahun Bawa Bayi ke Sekolah, Mengaku Ayahnya Dipenjara dan Diberi Uang Rp 10 Ribu per Hari
Baca: Perempuan Asisten Rumah Tangga di Sumbar Cabuli Bayi 8 Bulan dengan Botol Parfum
"Saya bilang waktu itu, dokter bisa tidak minta tolong, bisa tidak saya diperiksa, kira-kira sudah bukaan berapa, apakah saya akan segera melahirkan soalnya sakit, saya bilang begitu. Dokternya tanya, tadi sudah keluar air dan darah, dia bilang belum waktunya tanpa memeriksa saya, saya diminta tunggu hasil rapid test dulu," kata Arianti.
Ia pun pulang untuk mengganti pembalut karena tak tahan.
Sedangkan ibu Arianti menunggu hasil rapid test di Puskesmas.
Namun, rupanya kondisi itu membuat petugas tidak bisa memberikan surat rujukan agar Arianti ditangani di RSAD Mataram.
Sebab, saat itu Arianti pulang.
Karena tak bisa dirujuk ke RSAD Mataram, Arianti dan keluarganya menuju ke RS Permata Hati.
Namun setibanya di sana, surat keterangan rapid test Covid-19 tak diakui karena tak melampirkan keterangan alat rapid test.
Hal itu menyebabkan Arianti harus melakukan tes ulang.
Saat itu kandungan Arianti sempat diperiksa dan dokter menyebut detak jantung bayi yang dikandungnya lemah, namun membaik.
Ariani lega karena dirinya akan segera menjalani operasi dan membayangkan segera bertemu dengan buah hatinya.
Saat menanyakan kondisi bayinya usai melahirkan, dokter mengatakan bayi itu sedang ditempatkan dalam inkubator.
Namun kemudian, bayi yang dikandungnya dinyatakan meninggal dunia sejak dalam kandungan.
Baca: Bayi di Lampung Dicekik dan Dipukuli Ayah Hingga Tewas, Dipicu Sang Ibu Sedang Nifas
Baca: Tak Ada Tambahan Kasus Covid-19 dalam 2 Minggu, Beijing Perbolehkan Warga Keluar Tanpa Pakai Masker
Mengetahui bayinya sudah meninggal sejak dalam kandungan, ibu berumur 23 tahun tersebut tak kuasa menahan tangis.
Ia kemudian membawa jenazah bayi laki-lakinya ke rumah duka.
Arianti kecewa kenapa prosedur rapid test tidak diberitahukan sejak jauh-jauh hari, sehingga keterlambatan penanganan ini tidak perlu terjadi.
"Saya itu kecewa, kenapa prosedur atau aturan ketika kami akan melahirkan tidak diberitahu bahwa wajib membawa hasil rapid test," kata Arianti.
"Ibu-ibu yang akan melahirkan kan tidak akan tahu ini, karena tidak pernah ada pemberitahuan ketika kami memeriksakan kandungan menjelang melahirkan, " kata Arianti.