Pasalnya, Hendra tidak bisa menulis lantaran tangannya cacat.
Hendra asal Desa Sumberkemuning, Kecamatan Tamanan, Bondowoso terlahir sebagai anak difabel.
Meski begitu, Hendra memiliki kemampuan yang tak jauh beda dari pelajar lainnya seperti membaca, menghitung, serta bersosialisasi.
Bahkan, ketika masih di bangku SD, nilai ujiannya tidak pernah jelek.
Mendengar sekolah meminta dirinya mundur, Hendra menangis.
Padahal, dirinya sudah mencoba memakai seragam dan topi sekolah.
Impiannya seperti runtuh saat sekolah memperlakukan dirinya karena mengalami keterbatasan fisik.
Saat itu, Hendra ikut ibunya pergi ke sekolahnya di SMPN 2 Tamanan.
Dia diminta datang ke sekolah untuk menyerahkan tugas yang diberikan secara daring.
Baca: Tak Punya Smartphone, Dimas Jadi Satu-satunya Siswa yang Belajar Tatap Muka di SMP Negeri 1 Rembang
Baca: Nasib Siswa SD dan SMP Miskin yang Terkendala Fasilitas: Harus Belajar Tatap Muka Meski Zona Kuning
Sang ibu, Asyati, datang bersama Hendra menemui guru dan kepala sekolah.
Di sekolah tersebut, Asyati ditanyakan oleh pihak sekolah soal Hendra bisa bergaul dengan teman-temannya.
Asyati menjawab bahwa hendra bias bergaul seperti anak pada umumnya.
Pihak sekolah juga bertanya profesi ayah Hendra yang ternyata seorang kuli bangunan.
Pertanyaan lain yang diajukan terkait cara Hendra mengikuti ujian sekolah saat masih di bangku SD.
Adapun Asyati menjelaskan bahwa anaknya tidak bisa menulis, hanya mampu membaca.
Sedangkan ketika mengikuti ujian, anaknya hanya bisa mengisi pertanyaan dengan jawaban pilihan silang, sedangkan pertanyaan dengan narasi tidak bisa.
Pihak sekolah juga menanyakan soal nasib Hendra ke depan.
Namun, Asyati tidak bisa menjawab banyak.
Dia hanya menjelaskan kalau anaknya hanya diajari membaca, tidak menulis.