Terkait dalang di balik peristiwa 27 Juli 1996, Asvi mengisahkan tulisan wartawan senior Rosihan Anwar yang rumahnya tidak jauh dari kantor PDI. Di hari kejadian, kebetulan Rosihan sedang berolahraga.
Menyaksikan kerumunan di DPP Partai PDI, Rosihan mendekat kepada Kapuspen ABRI yang saat itu dijabat Amir Syarifuddin. Rosihan, kata Asvi, mengaku mendengar langsung bagaimana Amir bicara dengan Pangdam Jaya Sutiyoso lewat walkie talkie.
“Yos, masuklah ke dalam. Ini hari sudah siang. Kita terlambat nanti,” ucap Asvi menirukan Rosihan.
"Intinya Rosihan mengungkap bahwa semua kejadian ini permainan Soeharto dengan ABRI-nya," ujar Asvi.
Asvi menjelaskan, sebuah buku karangan Peter Kasenda mengungkap adanya pertemuan di Markas Kodam Jaya pada 24 Juli 1996. Pertemuan tersebut mengungkap bahwa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempunyai peran di balik terjadinya peristiwa itu.
"Ada pertemuan 24 Juli 1996 di Markas Kodam Jaya, dipimpin SBY dan disitu dibicarakan juga rencana mengambil alih kantor PDI ini. Jadi ada beberapa kemungkinan dalang atau aktor intelektual kejadian itu ditulis di media massa, tapi tak sampai ke pengadilan," urai Asvi.
Baca: Kisah 3 Jenderal yang Pernah Tempeleng Soeharto, Ada yang Bernasib Buruk dan Tewas Mengenaskan
Baca: Diusir Soeharto dari Istana Negara, Soekarno Tinggalkan Semua Barang Berharga Kecuali Benda Satu Ini
Satu yang jelas, peristiwa 27 Juli 1996 adalah awal perlawanan rakyat yang sistematis terhadap rezim Orde Baru. Karena rakyat merasakan benar tekanan keras kepada masyarakat dan partai politik.
"Kejadian ini juga sekaligus awal kejatuhan Orba di 1998," imbuh Asvi.
Namun, lanjut Asvi, yang lebih penting untuk menjadi refleksi dari peristiwa 27 Juli 1996 yakni fakta bahwa peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM sepanjang Orba itu masih banyak yang bersifat impunitas.