Dari Abi Qatadah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, seorang laki-laki bertanya kepada beliau, “Bagaimanakah puasa arafah?” Beliau menjawab, “Ia dicatat di sisi Allah dapat menghapus dosa setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya.” (HR. Ahmad)
2. Menjadi amal shalih yang utama di 10 pertama bulan Zulhijah
10 hari pertama di bulan Zulhijjah sangat dicintai oleh Allah.
Bahkan bisa setara dengan jihad di jalan Allah yang membuat mujadih syahid dan hartanya habis di jalan Allah.
"Tidak ada satu amal shalih yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan DzulHijjah)". Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi SAW menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun". (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits senada juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ahmad).
Arafah adalah hari yang dicintai oleh Allah, dimana semua muslimin yang melaksanakan haji sedang wukuf dan beribadah di padang Arafah.
Bahkan hari di hari Arafah mengampuni dosa-dosa kaum muslimin.
Rasulullah bersabda, "Tidak ada hari di mana Allah membebaskan hamba dari neraka melebihi hari arafah". (HR. Muslim)
Pelaksanaan puasa Arafah dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah sesuai dengan terlihatnya hilal (awal bulan) di negara masing-masing.
Pelaksaan tersebut tepat sehari sebelum pelaksanaan shalat idul adha dan kurban.
Sebenarnya ada perbedaan pendapat tentang pelaksaan puasa Arafah apakah menyesuaikan tempat dan waktu ketik wukuf di Arafah atau sesuai dengan negara masing-masing.
Namun yang lebih kuat adalah sesuai dengan terlihatnya hilal di negara masing-masing.
Dalilnya yaitu di tahun ke 2 H,3 H,4 H dan 5 H Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat telah melaksanakan puasa tanggal 9 dzulhijjah tanpa ada seorang pun yang melaksanakan wukuf di Arafah.
Saat disyari’atkan, puasa Arafah tidak dikaitkan dengan peristiwa wukuf di Arafah. (lihat Zaadul Ma’aad II/101 oleh Imam Ibnu Qayyim, Fathul Baari III/442 oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan Subulus Salam I/60 oleh Imam ash-Shon’ani).
Untuk niat puasa Arafah sebenarnya tidak ditemui di berbagi hadits tentang pelafalannya.
Rasulullah dan para sahabat melaksanakan puasa Arafah tanpa melafalkan niat.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan bahwa semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati.
Melafalkan niat bukanlah syarat, namun ia disunnahkan oleh jumhur ulama selain mazhab Maliki dengan maksud membantu hati dalam menghadirkan niat.