Sama seperti bisnis lain yang marak menggunakan teknologi informasi seperti video conference untuk rapat, bisnis prostitusi di Sonagachi juga mulai beradaptasi dari virus corona dengan menggunakan fasilitas serupa.
Penggunaan video conference untuk bisnis prostitusi di Sonagachi semakin marak.
Meski demikian, beberapa "klien" juga tetap memaksa bertemu dengan wanita pekerja seks komersial (PSK) di wilayah tersebut.
Selama 15 tahun, Laila Das (bukan nama sebenarnya) menggunakan "pertemuannya" dengan 5 klien dalam sehari.
Baca: Buntut Panjang Konflik di Himalaya, India Larang TikTok dan 58 Aplikasi China Lain Masuk Negaranya
Baca: Konflik China dengan India Baru Permulaan, Laksamana AS Sebut Tiongkok Ingin Kuasai Kutub Utara
Sebagai pekerja seks komersial ( PSK), beberapa klien menginginkan berhubungan seksual dengan Laila sementara yang lainnya hanya ingin ditemani.
Laila adalah satu dari 7 ribu PSK di Sonagachi. Suatu lokasi prostitusi terbesar di Asia.
Ketika lockdown India diumumkan pada Maret lalu, Laila tidak punya klien sama sekali.
Namun, beberapa hal menjadi lebih membaik saat ini.
Dalam kehidupan 'New Normal' atau tatanan baru pasca lockdown akibat wabah virus corona, Laila bisa 'menjajakan' diri melalui teknologi tinggi, yakni melalui telepon pintar.
Pendiri Durbar Mahila Samanwaya Committee (DMSC), Smarajit Jana menyatakan lockdown di Sonagachi telah menghasilkan peningkatan aktivitas virtual seks.
"Tadinya, yang ikut virtual seks hanya sedikit, sekarang sudah banyak yang gabung di telepon dan video."
"Beberapa bahkan minta ada sesi tanya-jawab, beberapa orang lainnya meminta video," ujar Jana.
Berdasarkan keterangan Bishakha Laskar, Presiden DMSC bahkan kini sangat banyak pelayanan seks melalui jaringan telepon.
"Setiap orang takut dengan jarak dekat fisik."
"Di gang di mana saya tinggal, terdapat 130 gadis aneh yang 95 persen dari mereka melakukan seks melalui telepon," ucapnya.
Sementara berdasarkan keterangan Laila, uang yang dia terima akan ditransfer kliennya.
Tarif Laila sebesar 500 Rupee India (sekitar Rp 94 ribu) untuk sekali video call selama 30 menit.
"Saat ini memang banyak terjadi resesi ekonomi, tapi para klien itu kebanyakan sangat dermawan," ungkap Laila.
Namun, tidak semua klien sepakat untuk transfer.
"Beberapa yang dekat akan keluar rumah dengan alasan membeli susu atau keperluan rumah tangga padahal mereka hendak membayar tarif."
"Namun, beberapa dari mereka juga ada yang tukang tipu," ujar Bishakha.