Iran Menguji Coba Rudal Berdaya Jangkau 280 Km, Menhan Amir Hatami: Musuh-Musuh Iran Ketakutan

Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Pertahanan Iran Amir Hatami. Hatami mengatakan musuh-musuh Iran ketakutan setelah mengetahui Iran melakukan uji coba rudal berdaya jangkau jauh.

Iran, Rusia, China, dan Turki 'Rayakan' Kekacauan di Amerika Serikat

Banyak negara menyoroti kerusuhan dan kekacauan  yang terjadi di Amerika Serikat belakangan ini.

Insiden kematian George Floyd memicu banyak demonstrasi di negeri Paman Sam tersebut.

Namun, diberitakan oleh Jerusalem Post, sejumlah negara tampak 'happy' atau "merayakan" dengan peristiwa itu.

Baca: Akui Hubungannya dengan China Berada di ‘Titik Kritis’, AS Bakal Buka Kembali Konsulatnya di Wuhan

Pada hari Senin (1/6/2020), misalnya, media Iran banyak memberitakan sejumlah kisah yang menyoroti "keruntuhan" AS dengan mengutip sumber-sumber dari Rusia.

Mengutip Jerusalem Post, AS menjadi negara paling kuat di dunia setelah Uni Soviet dan negara-negara sekutunya hancur berantakan pada tahun 1989.

Namun, Rusia, China, Iran, dan Turki berusaha untuk bekerja sama lebih erat dan sering duduk di forum global yang tidak dihadiri AS.

Disebutkan, demi mengoordinasikan upaya melawan AS, negara-negara ini memiliki media pemerintah yang didanai dengan baik, seperti RT, TRT, Tasnim and Fars News Iran dan sejumlah media Tiongkok.

Kebijakan negara-negara ini adalah perlahan-lahan merusak AS dan menunggu saat-saat kelemahan AS untuk mendorong agenda mereka.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan pernyataan baru-baru ini terkait kerusuhan di AS, dengan mengatakan bahwa Amerika adalah bagian dari "tatanan yang tidak adil" di dunia.

Mantan presiden Iran membuat komentar serupa tentang tatanan AS yang terus menurun. Ini merupakan referensi ke konsep poros perlawanan di Iran, dan kekalahan arogansi AS.

Baca: Demo Bela George Floyd Rusuh, Pemilik Toko Minuman Ini Siapkan Senapan Militer M16 Agar Tak Dijarah

Sejumlah Kru CNN ditahan kepolisian saat meliput kerusuhan di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat (Tangkapan Layar Twitter CNN)

Saat ini, aksi protes di AS dan krisis Covid-19 telah menyebabkan situasi di Washington menurun dengan cepat.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa AS sekarang harus berurusan dengan kesalahan polisi dan membanding-bandingkan AS dengan Rusia. 

"Syukurlah, hal-hal yang terjadi di Amerika tidak terjadi di Rusia," katanya seperti yang ditulis media TASS Rusia.

NBCNews juga menuliskan berita yang sama. China, Rusia dan Iran menggunakan media yang disponsori negara untuk menyerang AS atas pembunuhan George Floyd dan kerusuhan sipil yang terjadi.

Menurut sebuah laporan yang dirilis Rabu (3/6/2020) oleh sebuah perusahaan swasta, tidak ada bukti adanya operasi pengaruh online yang mirip dengan campur tangan Rusia dalam kampanye presiden 2016.

"Musuh AS menggunakan gejolak di media tradisional dan sosial dengan menggunakan narasi mereka yang sedemikian rupa," demikian bunyi laporan oleh Graphika, yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis volume besar lalu lintas media sosial, seperti yang dikutip dari NBCNews.

Ketiga negara menggunakan kehadiran editorial online mereka yang substansial untuk mengkritik pembunuhan Floyd, reaksi polisi terhadap protes, dan Presiden Donald Trump.

Akan tetapi, menurut laporan itu, tujuan mereka tampaknya berbeda.

“Tujuan utama Tiongkok tampaknya adalah untuk mendiskreditkan AS atas tindakan keras Tiongkok terhadap Hong Kong. Tujuan utama Iran tampaknya adalah untuk mendiskreditkan AS terhadap catatan hak asasi manusia Iran dan untuk menyerang sanksi AS," kata laporan tersebut.

Halaman
1234


Penulis: Febri Ady Prasetyo
Editor: haerahr
BERITA TERKAIT

Berita Populer