Pada bulan yang sama, Presiden Jokowi juga meminta Pengusaha (termasuk BUMN) tidak lakukan PHK.
Kira kira 27 hari kemudian yaitu tanggal 30 April, Dirut Garuda mengajukan syarat, PHK bisa dicegah asalkan ada relaksasi Financial.
Mungkin berniat menjawab keinginan Garuda maka 18 hari kemudian, tepatnya tanggal 19 Mei 2020 Menteri Keuangan menjanjikan dana talangan untuk Garuda sebesar Rp 8,5 triliun jauh lebih menguntungkan dibanding relaksasi financial.
Gedubrakkk.... setelah diminta jangan ada PHK oleh Presiden Jokowi dan Erick Thohir, lalu dana talangan Rp 8,5 triliun di rencanakan oleh Sri Mulyani, kenapa yang terjadi justru PHK dan Pe-rumahan serta penderitaan massal di Garuda?
Tanggal 17 Mei 2020 sekitar 400 Pramugari di rumahkan, 1 juni 2020 sekitar 181 Pilot di PHK dan 2 Juni 800 karyawan Garuda dirumahkan.
Bahkan berdasarkan surat JKTDZ/SE/70010/2020 sejak April, hingga hari ini Garuda bahkan menunda dan memotong besaran 10% hingga 50 % dari gaji sekitaran 25.000 karyawannya.
Lho.... lho..... Lalu rencana dana talangan Rp 8,5 triliun itu sesungguhnya untuk menyelamatkan siapa?
Menyelamatkan Garuda, menyelamatkan Karyawan atau jangan jangan menyelamatkan 40an % saham yang dimiliki swasta.
Yang lebih membingungkan, dari rangkaian derita karyawan Garuda ini, terjadi karena Menteri tidak menjalankan permintaan Presiden? Atau Dirut tidak menjalankan permintaan Menterinya?
Sulit menjawab ini, tapi terlepas siapa yang membangkang pada siapa, yang pasti sudah banyak karyawan Garuda yang di PHK, dirumahkan dan menderita karena gaji di potong dan di tunda.
Apakah PHK hanya dilakukan Garuda? Tidak !! Selain 181 Pilot Garuda, PHK terhadap 359 pekerja juga terjadi di PT Aerofood (anak Perusahaan Garuda), 490 pekerja di PT INKA dan aroma PHK massal juga tercium akan segera susul menyusul terjadi di berbagai BUMN lainnya.
Mandiri misalnya sudah lempar wacana hanya mempertahankan 20% kantor cabang dan menutup sekitar 2000 kantor cabang.
Andai tiap kantor cabang ada 5 karyawan saja, berarti yang terancam PHK bisa jadi sampai 10.000 orang.
Pengurangan BUMN dari 141 menjadi 107 lalu menjadi 80 an BUMN, Penutupan anak dan cucu BUMN yang sebentar lagi dilakukan juga semuanya sangat potensial berbuah PHK.
Presiden Jokowi menegaskan berkali kali untuk berusaha agar tidak terjadi PHK karena sebab apapun, tapi BUMN justru berancang ancang perampingan dengan konsekuensi PHK massal di masa Pandemi.
Kembali pada rencana Dana Talangan Rp 152 triliun. Dana itu digunakan untuk apa sesungguhnya? Kalau untuk tetap membuat BUMN bertahan hidup kenapa ketika sudah ada rencana dana lalu terjadi PHK sekian banyak?
Kalau ada dana talangan harusnya yang sekarat bisa di buat kembali sehat, yang sudah sempoyongan bisa kembali berdiri tegak.
Ini yang terjadi justru sebaliknya, dana talangan cair tapi sekian banyak anak cucu justru di tutup.
Membingungkan dan sulit mencari jawabannya, atau jangan jangan apa yang disampaikan oleh salah satu anggota DPR Komisi XI Kamrrusamad, mungkin saja benar yaitu untuk memuluskan pencapresan 2024.
Kalau dibilang untuk pencapresan nanti bisa debatable, tapi serangkaian video dari pembagian sembako sampai deklarasi di hotel tentunya agak sulit untuk di bantah.