Apalagi ucapan tersebut diartikan oleh masyarakat sebagai “mohon maaf lahir batin” karena kalimat ini selalu mengiringi ucapan itu.
Namun, jangan salah, mohon maaf lahir dan batin bukanlah arti dari ucapan Minal ‘Aidin wal Faizin.
Dilansir Tribunnewswiki dari berbagai sumber, arti dari ucapan Minal ‘Aidin wal Faizin adalah “termasuk dari orang-orang yang kembali (dari perang) dan sebagai orang-orang yang menang”.
Meskipun berbahasa Arab, ucapan ini tidak akan dimengerti maknanya oleh orang Arab.
Kalimat tersebut juga tidak ada dalam kosakata kamus bahasa Arab.
Ucapan tersebut hanya dapat dijumpai makna kata per katanya saja.
Selain itu, tidak ada dasar-dasar yang jelas mengenai ucapan ini, baik berupa hadis, atsar, atau yang lainnya.
Namun, ada cerita pada zaman Khilafah Rasyidin mengenai ucapan Minal ‘Aidin wal Faizin.
Baca: Lebaran di Tengah Pandemi Covid-19, Presiden Jokowi Pastikan Tak Gelar Open House
Baca: Hilal Tak Terlihat, Pemerintah Tetapkan Idul Fitri 1441 H Jatuh Pada Minggu 24 Mei 2020
Ucapan ini digunakan sebagai ungkapan bangga atas kemenangan perang yang sebenarnya, semisal Perang Badar.
Sementara, ucapan yang tepat saat Hari Raya Idulfitri adalah sebagai berikut:
Ketika seorang ulama besar Islam, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang ucapan selamat pada hari raya, beliau menjawab: “Ucapan pada hari raya, di mana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah salat Id: Taqabbalallahu minnaa wa minkum. (yang artinya) Semoga Allah menerima (ibadah) dari kami dan dari kalian.” (Majmu Al-Fatawa 24/253).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Adapun tentang ucapan selamat (tah-niah) ketika hari Id seperti sebagian orang mengatakan pada yang lainnya ketika berjumpa setelah salat Id, “Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya.
Maka seperti ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi.
Mereka biasa mengucapkan semacam itu dan para imam juga memberikan keringanan dalam melakukan hal ini sebagaimana Imam Ahmad dan lainnya.
Akan tetapi, Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak mau mendahului mengucapkan selamat hari raya pada seorang pun. Namun kalau ada yang mengucapkan selamat padaku, aku akan membalasnya”.
Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya bukanlah sesuatu yang dianjurkan.
Dan sebenarnya bukan hanya beliau yang tidak suka melakukan semacam ini.
Intinya, barangsiapa yang ingin mengucapkan selamat, maka ia memiliki qudwah (contoh).
Dan barangsiapa yang meninggalkannya, ia pun memiliki qudwah (contoh).”
Baca: Mall dan Jalanan Mulai Ramai Jelang Lebaran, Penggali Kubur Covid-19 Merasa Prihatin
Baca: Ibu-Ibu Belanja Baju Lebaran Pakai Uang Bansos, Wali Kota Bogor Bima Arya Sampaikan Rasa Kecewa