Sebelumnya, 32 kelurahan di antaranya diketahui masuk kategori "zona merah" sebaran Covid-19.
Namun kini sebanyak 38 kelurahan yang diizinkan menggelar salat Idulfitri tersebut sudah diklaim menjadi daerah "zona hijau".
Menanggapi hal tersebut, Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono beranggapan bahwa keputusan yang diambil oleh Pemkot Bekasi berisiko.
Ia mengatakan jika hal tersebut sama saja dengan menciptakan kluster baru penularan virus corona.
"Ya sudah, terserah kalau memang itu keputusannya, siap-siap saja jadi klaster (penularan Covid-19),” ujar Pandu saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (20/5/2020) malam.
“Tidak apa-apa, tapi potensial menjadi klaster. Itu saja,” tegas dia.
Pandu berpendapat jika pelaksanaan salat Idulfitri di 38 kelurahan di Bekasi tetap bisa menjadi peluang persebaran virus Covid-19.
Walaupun memang dilakukan atas protokol kesehatan Covid-19, yakni social distancing.
Ia berujar, tidak ada yang tahu apakah jemaah yang menghadiri sholat Idulfitri membawa virus corona atau tidak sebagai orang tanpa gejala (OTG).
Baca: WHO Ungkap Gejala Baru Virus Corona: Kesulitan Bicara dan Bergerak, hingga Halusinasi
Baca: Pelaku Bully Bocah Penjual Jalangkote Mengaku Tobat: Saya Sudah Tidak Kuat Tuhan
Baca: Tes Kepribadian - Bentuk Hidungmu Mengungkap Karakter Tersembunyimu, Lihat Hasilnya
Pasalnya, wilayah yang diklaim “zona hijau” di Kota Bekasi tak sepenuhnya valid menilik masih rendahnya kapasitas tes Covid-19 di Indonesia.
Menurut Pandu, klaim “zona hijau” seperti halnya fatamorgana belaka.
“Walaupun social distancing, wabah masih puncak-puncaknya. Mau apa? Kita mau melindungi umat atau membunuh umat? Gitu saja. Itu kan membiarkan mereka terancam,” kata Pandu.
“Bukan berarti zona hijau tidak ada kasus. Zona hijau kan artinya kalau semua orang sudah dites, 100 persen, dan tidak ada kasus positif. Ini kan enggak,” lanjut dia.
Pada beberapa negara, kegiatan keagamaan yang dilakukan secara berjamaah terbukti menjadi salah satu kluster terbesar dengan dampak yang tidak main-main.
Contohnya di Malaysia, tabligh akbar di Masjid Sri Petaling yang dihelat pada 27 Februari-3 Maret 2020 lalu menjadi salah satu klaster utama penyebaran Covid-19 di negeri jiran.
Akibat helatan itu, Covid-19 bukan hanya menular di Malaysia, namun juga berdampak pada negara-negara tetangga, termasuk Indonesia.
Pasalnya, helatan tersebut dihadiri belasan ribu umat dari beragam negara yang berbeda-beda.
Akhir Februari lalu, sekte kepercayaan Shincheonji di Korea Selatan dituding berkontribusi pada masifnya penularan Covid-19 karena menyelenggarakan ibadah massal saat Covid-19 masih mewabah.