Corona Belum Tuntas, Wabah Lain Mengintai, Emisi Karbon Berpotensi Jadi Pandemi Baru

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Kabut Asap Besar

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Corona belum usai, wabah lainnya mulai mengintai, emisi karbon berpotensi jadi pandemi baru di dunia.

Wabah pandemi corona yang belum usai hingga saat ini menyebabkan berbagai krisis terjadi di setiap negara terjangkit.

Meski demikian, dalam sebuah studi baru menyebutkan ada hal penting lainnya yang juga mengancam.

Bahkan memiliki risiko tinggi terhadap populasi manusia dan krisis lebih berat lain.

Hal tersebut adalah persoalan emisi gas rumah kaca yang terus meningkat.

Kemudian juga berpeluang menjadi pandemi baru yang dapat menghancurkan sepertiga populasi manusia di bumi.

Prediksi tersebut didapatkan didasarkan skenario RCP 8.5, yang mewakili masa depan di mana konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer tinggi.

Polusi udara terlihat di langit Jakarta, Senin (3/9/2018). Menurut pantauan kualitas udara yang dilakukan Greenpeace, selama Januari hingga Juni 2017, kualitas udara di Jabodetabek terindikasi memasuki level tidak sehat (unhealthy) bagi manusia. ((KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO))

Tim peneliti terdiri dari arkeolog, ekologi serta ilmuwan ilklim internasional menyebutkan bahwa hasil penelitian yang terbit di tengah pandemi Covid-19 saat ini bisa menjadi peringatan nyata.

Peringatan yang dimaksud adalah, emisi karbon yang melaju tinggi akan menempatkan penduduk dunia pada peningkatan risiko dan krisis-krisis yang belum pernah terjadi.

Baca: WHO Ungkap Gejala Baru Virus Corona: Kesulitan Bicara dan Bergerak, hingga Halusinasi

Baca: Para Ahli Akhirnya Temukan Rahasia Penyebab Virus Corona Menyebar dengan Cepat, Ternyata karena Ini

Dikutip dari Kompas.com, saat ini populasi manusia terkonsentrasi di zona iklim yang sempit,  sebagian besar orang tinggal di tempat-tempat di mana suhu tahunan rata-rata sekitar 11-15 derajat celsius, dan lebih sedikit orang hidup di wilayah dengan suhu rata-rata sekitar 20-25 derajat celsius.

Sebagian besar manusia di bumi telah hidup pada kondisi iklim tersebut selama ribuan tahun.

Dalam skenario itu, di mana emisi terus meningkat tanpa adanya penghentian, suhu yang akan dirasakan oleh rata-rata setiap orang akan meningkat 7,5 derajat celcius lebih panas pada tahun 2070.

Kondisi suhu itu lebih tinggi dari perkiraan kenaikan suhu rata-rata global yaitu 3 derajat celsius.

Kaitan hasil penelitian dengan pandemi Covid-19

Dikatakan oleh Profesor Marten Scheffer dari Universitas Wageningen, virus corona yang menyebabkan penyakit Covid-19, telah mengubah dunia dengan cara yang sulit dibayangkan sebelumnya.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bagaimana perubahan iklim dapat melakukan hal serupa," kata Scheffer melalui keterangan tertulisnya.

Perubahan iklim yang bisa berlangsung lebih cepat ini tidak seperti virus corona yang bisa dicari atau dibuatkan vaksin dan obat penolongnya.

Scheffer mengatakan akan ada sejumlah luasan bumi ini yang akan memanas ke tingkat suhu yang nyaris tidak dapat bertahan dan tidak akan dingin lagi.

Suhu pada zona terpanas di Gurun Sahara akan menyebar luas hingga dapat dirasakan oleh 19 persen dari luas daratan bumi. Sedangkan, saat ini hanya dirasakan oleh 0,8 persen saja.

"Tidak hanya memiliki efek langsung yang menghancurkan, tetapi juga membuat masyarakat tidak akan mampu mengatasi krisis di masa depan, dan ini akan menjadi seperti pandemi baru," tegas dia.

Halaman
12


Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer