Sementara itu, Majelis Tarjih dan Tajdid dalam fatwanya yang ditanda tangani oleh Ketuanya, Syamsul Anwar dan Sekretaris Mohammad Mas’udi menetapkan “Tuntunan Salat Idulfitri dalam Kondisi Pandemi Covid-19”.
Syamsul Anwar dalam kesempatan tersebut menyampaikan pokok-pokok fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid yakni apabila pada tanggal 1 Syawal 1441 H yang akan datang keadaan negeri Indonesia oleh pihak berwenang (pemerintah) belum dinyatakan bebas dari pandemi Covid-19 dan aman untuk berkumpul orang banyak maka Salat Idulfitri di lapangan sebaiknya ditiadakan atau tidak dilaksanakan.
Karena tidak dapat dilaksanakan secara normal di lapangan sebagaimana mestinya, maka salat Ied bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti salat Ied di lapangan.
Bahkan sebaliknya, tidak ada ancaman agama atas orang yang tidak melaksanakannya, karena Salat Ied adalah ibadah sunah.
Pelaksanaan Salat Ied di rumah tidak membuat suatu jenis ibadah baru.
"Dengan meniadakan Salat Ied di lapangan maupun di masjid karena adanya ancaman Covid-19 tidaklah berarti mengurang-ngurangi agama. Semua itu dalam rangka perwujudan kemashlahatan manusia berupa perlindungan diri, agama, akal, keluarga dan harta benda menjaga agar tidak menimbulkan kemadharatan bagi diri sendiri dan orang lain," katanya.
Fatwa tersebut menegaskan bahwa tidak ada ancaman agama bagi orang yang tidak melaksanakan Salat Ied karena itu adalah ibadah sunnah.
Dalam edaran tersebut juga disampaikan terkait tata cara pelaksanaan Salat Ied di rumah, sama seperti pelaksanaan sholat Ied di lapangan.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menko Polhukam: Shalat Idul Fitri di Masjid dan Lapangan Dilarang Sesuai Permenkes"