Persatuan dokter spesialis kulit dan penyakit kelamin Perancis (SNDV) mengungkapkan, gejala dermatologis itu memengaruhi tubuh di luar sistem pernapasan.
Semua itu kemungkinan terkait dengan infeksi virus corona baru penyebab Covid-19.
Hal itu diperkuat dengan banyaknya pasien Covid-19 yang melaporkan gejala di atas.
"Gejala dermatologis dapat muncul tanpa disertai gejala pernapasan," ungkap SNDV dalam siaran persnya, seperti dilansir The Jerusalem Post, Minggu (12/4/2020).
Sekitar 400 pakar kulit di Perancis melakukan diskusi seputar gejala baru ini melalui grup WhatsApp khusus.
Mereka menyoroti lesi kulit yang mungkin terkait dengan tanda Covid-19 lainnya, seperti halnya masalah pernapasan.
Sebagai informasi, lesi kulit adalah jaringan kulit yang tumbuh abnormal, baik di permukaan maupun di bawah permukaan kulit.
Dari diskusi itu diketahui bahwa tidak semua pasien Covid-19 mengalami komplikasi dan banyak yang tidak mengalami gangguan pernapasan sama sekali.
Baca: Anggaran Terpotong Covid-19, ASN Eselon I-II Tak Dapat THR, Eselon III ke Bawah Cair Tapi Berkurang
Baca: Pernah Diprediksi Tak Alami Resesi Pasca-Pandemi Corona, Jokowi: Kita Harus Bicara Apa Adanya
Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pasien Covid-19 yang tidak merasakan gejala apa pun masih berpotensi menginfeksi orang lain.
Maka, tetap berada di rumah saja adalah cara tepat untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona baru.
"Analisis dari banyak kasus yang dilaporkan ke SNDV menunjukkan bahwa manifestasi kulit ini dapat dikaitkan dengan Covid-19.
Kami memperingatkan masyarakat dan tenaga medis untuk mendeteksi pasien yang berpotensi menularkan virus secepat mungkin," kata SNDV dalam siaran pers yang dilansir New York Times.
Meski demikian, beberapa gejala baru telah ditemukan selama sebulan terakhir yang mungkin terkait dengan virus corona baru.
Termasuk tanpa disertai gejala pernapasan.
Pada akhir Maret, British Rhinological Society dan American Academy of Otolaryngology melaporkan bukti anekdotal yang menunjukkan bahwa hilangnya indera penciuman dan pengecap sebagai gejala Covid-19.
Laporan dari berbagai negara telah mengindikasikan bahwa sejumlah besar pasien Covid-19 mengalami anosmia (gangguan pada indera penciuman), kehilangan indera penciuman, dan ageusia (masih bisa merasakan makanan, tapi kepekaannya berkurang).
Para profesional medis belum mengetahui pasti apa yang menyebabkan gangguan pada indera penciuman dan perasa pada pasien Covid-19.
Beberapa virus mungkin menghancurkan sel atau reseptor sel di hidung, sementara yang lain menginfeksi otak melalui saraf sensor penciuman.
Kemampuan menginfeksi otak dapat menjelaskan beberapa kasus gangguan pernapasan pada pasien Covid-19.