Peneliti di Inggris Ungkap Social Distancing Bisa Cegah Penularan Covid-19 hingga Puluhan Juta Orang

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI- Penduduk yang memakai masker wajah sebagai tindakan pencegahan terhadap penyebaran virus corona COVID-19, mempraktikkan social distancing ketika mereka menunggu untuk diuji di pusat pengujian cepat sementara, dekat rumah sakit Bach Mai di Hanoi pada 31 Maret 2020.

Karenanya, para ilmuwan berlomba melawan waktu untuk menggunakan kembali obat yang sudah ada.

Apa lagi, beberapa obat yang sudah ada memiliki potensi untuk menyembuhkan Covid-19.

Ilustrasi obat (pixabay.com)

Baca: Ekonom INDEF: Pangkas Gaji dan Tunjangan Pejabat agar Perekonomian Tak Jatuh Karena Wabah Corona

Baca: Perjuangan Petugas Dinkes Sumut Telusuri Mata Rantai ODP Corona, Sulit Gali Informasi hingga Diancam

Ketika pandemi melanda lebih banyak negara di seluruh dunia dan jumlah kematian meningkat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi empat obat yang memiliki peluang bisa sembuhkan Covid-19.

Keempat obat itu antara lain, remdesivir, obat untuk mengobati Ebola; kombinasi dua obat HIV, lopinavir dan ritonavir; juga koktail lopinavir dan ritonavir plus interferon beta; serta obat antimalaria klorokuin.

Gilead Sciences menyebut remdesivir sebagai obat yang memiliki peluang kuat.

Diketahui ada lima uji klinis besar yang tengah dilakukan untuk meneliti obat ini.

Hasil dari penelitian tersebut bisa diketahui pada April mendatang.

Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS mengatakan obat intravena bisa menghambat replikasi virus.

Tetapi uji klinis akan sangat penting untuk menentukan efektivitas dan keamanan obat tersebut.

Menurut informasi di situs web WHO, percobaan terakhir obat untuk mengobati Ebola menunjukkan kemungkinan keracunan hati.

ILUSTRASI - Foto Angkatan Darat AS pada 8 Maret 2020 menunjukkan seorang karyawan USAMRIID (Institut Penelitian Medis Angkatan Darat Amerika Serikat) sedang melakukan penelitian terhadap virus coronavirus baru, COVID-19 (ERIN BOLLING / US ARMY / AFP)

Baca: Rusia Lakukan Uji Vaksin Covid-19 pada Musang dan Primata, Bulan Juni Siap Diuji pada Manusia

Baca: Dulu Indonesia, Kini Fakta Kasus Virus Corona di Rusia Diragukan oleh Banyak Pakar

“Remidesivir memang memiliki potensi, tetapi masih terlalu dini untuk mengetahui apakah ini akan menjadi pengobatan yang efektif yang dapat digunakan secara luas,” kata virolog Jeremy Rossman, dari Universitas Kent di Inggris.

Kandidat lain, chloroquine, menarik perhatian di Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump dikritik karena membuat klaim berlebihan tentang dua obat antimalaria, hydroxychloroquine dan chloroquine, untuk mengobati Covid-19.

Pada Februari, sebuah kelompok penelitian yang dipimpin oleh Wang Manli dari Akademi Ilmu Pengetahuan China mengatakan mereka telah menemukan bahwa klorokuin berhasil menghentikan replikasi Sars-CoV-2, nama resmi coronavirus yang menyebabkan Covid-19, dalam sel manusia yang dikultur.

Obat itu telah dimasukkan dalam pedoman pengobatan Tiongkok.

Pakar penyakit pernapasan Tiongkok Zhong Nanshan mengatakan obat itu lebih aman karena disetujui untuk mengobati malaria.

Namun, segera setelah komentar publik Trump, Administrasi Makanan dan Obat AS mengatakan obat itu belum disetujui untuk mengobati Covid-19.

Selain itu, mereka mengatakan masih diperlukan lebih banyak tes untuk menentukan keamanan dan efektivitasnya dalam mengobati Covid-19.

Rossman juga punya keraguan tentang chloroquine.

ILUSTRASI - Para staf di Rumah Sakit Palang Merah Wuhan, China, Sabtu (25/1/2020), menggunakan pelindung khusus, untuk menghindari serangan virus corona yang mematikan. (AFP/HECTOR RETAMAL)

“Pada manusia, klorokuin bekerja dengan baik melawan malaria, tetapi itu adalah mekanisme yang berbeda dari yang kita lihat terhadap virus. Bukti bahwa klorokuin sebagai antivirus pada manusia kurang meyakinkan dan akan membutuhkan lebih banyak penelitian, tetapi saya tidak percaya diri. Untuk beberapa virus yang diuji, chloroquine sebenarnya memperburuk penyakit pada model hewan,” lanjutnya.

Lopinavir dan ritonavir adalah obat kombinasi tetap untuk pengobatan HIV / AIDS.

Halaman
123


Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr
BERITA TERKAIT

Berita Populer