Peneliti di Inggris Ungkap Social Distancing Bisa Cegah Penularan Covid-19 hingga Puluhan Juta Orang

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI- Penduduk yang memakai masker wajah sebagai tindakan pencegahan terhadap penyebaran virus corona COVID-19, mempraktikkan social distancing ketika mereka menunggu untuk diuji di pusat pengujian cepat sementara, dekat rumah sakit Bach Mai di Hanoi pada 31 Maret 2020.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Angka kasus positif Covid-19 terus bertambah di seluruh dunia.

Peneliti Imperial College, London, memprediksi dalam tahun ini sebanyak 20 juta orang terancam tertular, meski orang-orang telah melakukan social distancing.

Para peneliti itu mengungkapkan, jika tanpa social distancing, Covid-19 bisa menginfeksi sebanyak 40 juta orang di seluruh penjuru dunia, seperti diberitakan South China Morning Post, Selasa (31/3/2020).

Akan tetapi, jumlah itu bisa dikurangi hingga setengahnya apabila orang mau membatasi aktivitas sosialnya.

Mereka juga mengatakan bahwa langkah-langkah yang lebih tegas dapat mengurangi korban lebih lanjut.

Para peneliti tersebut menghitung jika social distancing yang lebih intensif dan berskala luas diterapkan lebih awal dan berkelanjutan (dengan memotong 75 persen dari tingkat kontak antarpribadi) maka akan ada 38,7 juta jiwa yang terhindar dari Covid-19.

Dalam studi mereka yang dipublikasikan Jumat lalu, mereka memasukkan sejumlah skenario, seperti apa yang akan terjadi jika dunia tidak mengambil tindakan untuk melawan virus corona, yang kini telah menginfeksi lebih dari 700.000 orang dan menyebabkan lebih dari 34.000 kematian.

Baca: Baru 92 Persen, Pemerintah Undur Target Penyelesaian RS Corona Pulau Galang hingga 5 April 2020

Baca: Perkiraan 2 Juta Orang Lebih Perlu Perawatan, Begini Skenario Terburuk Virus Corona di Indonesia

ILUSTRASI - Antisipasi penyebaran virus corona, pemilihan lokal di Inggris terpaksa harus ditunda selama setahun hingga Mei 2021. Foto: Seorang pria menggunakan masker di depan Istana Buckingham (Glyn KIRK / AFP)

Model ini juga mencakup dua skenario menggabungkan jarak sosial, serta beberapa skenario untuk menekan penyebaran penyakit.

Dalam memproyeksikan dampak kesehatan pandemi di 202 negara, para peneliti dari Imperial College Covid-19 Response Team mengumpulkan data tentang pola kontak yang dilakukan oleh orang pada usia tertentu.

Selai itu, pihaknya juga mengumpulkan data keparahan Covid-19.

ILUSTRASI - Pejabat di provinsi Hubei melakukan penyelidikan setelah seorang remaja meninggal ketika dia ditinggalkan di rumah sementara orang tuanya diisolasi karena dicurigai telah menangkap virus corona Wuhan.(Weixin/South China Morning Post) (Weixin/South China Morning Post)

Baca: Jokowi Tetapkan Status Darurat Kesehatan Masyarakat, Terapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar

Baca: RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

"Satu-satunya pendekatan yang dapat mencegah kegagalan sistem kesehatan dalam beberapa bulan mendatang kemungkinan adalah langkah-langkah jarak sosial intensif yang saat ini sedang dilaksanakan di banyak negara yang paling terkena dampak," kata studi tersebut, dikutip SCMP.

“Intervensi ini mungkin perlu dipertahankan pada tingkat tertentu bersamaan dengan tingkat pengawasan yang tinggi dan isolasi kasus yang cepat.”

Proyeksi Imperial College menunjukkan bahwa negara-negara berpenghasilan tinggi bisa lebih banyak mengurangi angka kematian dan beban pada sistem kesehatan.

Dengan catatan, jika mereka mengadopsi langkah-langkah jarak sosial yang lebih ketat.

Para peneliti berpendapat bahwa demografi dan kualitas fasilitas kesehatan bisa menjadi faktor mempengaruhi.

Studi tersebut mengatakan bahwa jarak sosial intensif kemungkinan memiliki dampak terbesar ketika diterapkan lebih awal.

Penelitian Obat untuk Covid-19

ILUSTRASI peneliti tengah uji obat yang diyakini bisa sembuhkan Covid-19 (pixabay.com)

Sementara social distancing terus digalakkan, para ahli di berbagai negara melakukan penelitian untuk menguji obat demi melawan virus corona.

Akan tetapi, para ahli lebih memilih untuk menggunakan obat yang sudah ada sebelumnya, dari pada membuat yang baru.

Diberitakan TribunnewsWiki.com dari South China Morning Post, Selasa (24/3/2020), mengembangkan obat baru biasanya memakan waktu bertahun-tahun.

Halaman
123


Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr

Berita Populer