Sebelum menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, keluarga yang memiliki 11 orang ini memilih untuk makan bersama di sebuah restoran.
Hal ini terungkap dari Instagram Story kuasa hukum keluarga, Sunan Kalijaga.
Diketahui, keluarga Gen Halilintar digugat secara perdata oleh perusahaan rekaman Nagaswara Record terkait dugaan pelanggaran hak cipta.
Kasus perdata antara perusahaan rekaman Nagaswara dan Gen Halilintar ini terjadi sejak tahun 2018 lalu.
Bermula dari keluarga Gen Halilintar yang meng-cover musik dari lagu Siti Badriah yang berjudul 'Lagu Syantik'.
Baca: Kedekatannya dengan Atta Halilintar Dianggap Settingan, Aurel Hermansyah: Aku Risih Dikira Bohongan
Baca: Aurel Hermansyah Minta Restu untuk Nikah, Ashanty Bantah Beri Lampu Hijau ke Atta Halilintar
Selain itu, pihak Gen Halilintar juga disebut mengubah lirik dari lagu yang dipopulerkan oleh Siti Badriah.
Dengan alasan pelanggaran hak cipta tersebut, pihak Nagaswara menempuh upaya hukum dengan menggugat pihak Gen Halilintar dengan total hampir Rp 9,5 miliar.
Gugatan tersebut tercatat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor 82/Pdt.Sus-Hak Cipta/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Dilansir dari Kompas.com, Manajemen Gen Halilintar, Jejen Jaenudin pun memberikan penjelasan mengenai kronologi Gen Halilintar mengcover lagu yang dipopulerkan Siti Badriah.
"Jadi kronologi dari video itu permintaan subscriber, demi kepentingan lagu Indonesia bisa naik ke tingkat internasional. Akhirnya kami berunding, akhirnya memutuskan talent-nya," kata Jejen dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/2/2020).
Ketika pihak kuasa hukum Nagaswara, Yosh Mulyadi menanyakan pemahaman terkait perizinan hak cipta, Jejen mengaku jika pihaknya awam soal hal itu.
“Itu keawaman kami. Kami tidak tahu,” ujar Jejen menjawab.
Diberitakan sebelumnya, pihak Gen Halilintar tidak dapat memenuhi panggilan menghadiri sidang.
Hal ini dibenarkan oleh Yosh Mulyadi.
Agar pihak Gen Halilintar memenuhi panggilan, tim kuasa hukum Nagaswara memasang surat panggilan melalui salah satu media cetak.
Selain itu, mereka juga memampang surat panggilan di kantor Wali Kota Jakarta Selatan.
"Kami minta untuk panggilan koran karena memang salah satu caranya seperti itu. Bisa panggilan hukum ditempel di kantor Wali Kota dan kami minta dua-duanya untuk dilakukan," jelas Yosh.
Yosh berujar, langkah yang dilakukannya itu tidak melanggar etika hukum yang berlaku.