Indonesia Keluar dari Daftar Negara Berkembang, Terungkap Maksud Terselubung Amerika Serikat

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Dalam kebijakan baru AS yang telah berlaku sejak 10 Februari 2020 tersebut, Indonesia dikeluarkan dari daftar Developing and Least-Developed Countries sehingga Special Differential Treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures tidak lagi berlaku bagi Indonesia.

Sebagai akibatnya, de minimis thresholds untuk marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi kurang dari 1 persen dan bukan kurang dari 2 persen.

Selain itu, kriteria negligible import volumes yang tersedia bagi negara berkembang tidak lagi berlaku bagi Indonesia.

Dampaknya, memang kebijakan ini cenderung buat perdagangan Indonesia buntung. Padahal, selama ini Indonesia surplus dari AS.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada Januari 2020 sebesar 1,01 miliar dollar AS, angka ini tumbuh bila dibanding surplus periode sama tahun lalu, yakni 804 juta dollar AS.

Data tersebut juga menyebutkan, AS menjadi negara terbesar kedua pangsa ekspor non-migas Indonesia sebesar 1,62 miliar dollar AS pada Januari 2020.

Selain RI, 24 Negara Ini Juga Dicabut AS dari Daftar Negara Berkembang

Amerika Serikat beberapa waktu lalu mengeluarkan sejumlah negara dari daftar negara- negara berkembang.

Indonesia termasuk dalam daftar tersebut.

Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (22/2/2020), AS menyusutkan daftar internal negara-negara berkembang dan kurang berkembang.

Tujuannya untuk menurunkan batasan yang mendorong investigasi AS apakah suatu negara mengancam industri AS dengan subsidi ekspor yang tak adil.

Hal ini berdasarkan catatan yang dirilis Perwakilan Perdagangan AS (USTR).

Negara-negara yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang tersebut adalah Albania, Argentina, Armenia, Brazil, Bulgaria, dan China.

Kemudian ada Kolombia, Kosta Rika, Georgia, Hong Kong, India, Indonesia, Kazakhstan, dan Republik Kirgis.

Selanjutnya ada Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Romania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina, dan Vietnam.

Menurut USTR, keputusan untuk merevisi metodologi terkait negara berkembang untuk investigasi tarif perdagangan penting untuk dilakukan.

Sebab, pedoman yang digunakan sebelumnya sudah usang lantaran dibuat tahun 1988.

Pembaruan ini pun menandai langkah penting kebijakan AS yang sudah berlangsung selama dua dekade terkait negara-negara berkembang.

Akhirnya, negara-negara ini bisa dikenakan tarif yang lebih tinggi atas barang yang dikirim ke AS.

Pidato Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Gedung Putih, Washington, DC, Rabu (8/1/2020).(twitter.com/Scavino45) (twitter.com/Scavino45)

Langkah ini juga mencerminkan kejengahan Presiden AS Donald Trump bahwa negara-negara ekonomi besar, seperti China dan India, diperbolehkan menerima preferensi khusus sebagai negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO).

Halaman
123


Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer