Itu berarti, wabah ini tidak akan pernah benar-benar berakhir.
Namun, Adalja memiliki pandangan lain jika virus Corona tidak benar-benar hilang.
Ia berpendapat, virus Corona tidak akan hilang, tetapi menjadi penyakit musiman atau memiliki risiko yang lebih ringan.
Dalam hal ini, 2019-nCoV dapat hilang pada musim panas.
Namun, virus tersebut akan kembali pada musim gugur dan musim dingin setiap tahun.
“Jika Anda melihat lintasan virus dan bagaimana penyebarannya di masyarakat, ditambah dengan fakta bahwa kita berurusan dengan virus Corona setiap tahun ketika musim dingin, faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa virus ini menjadi virus musiman,” kata Adalja.
Baca: Warga China Positif Terjangkit Coronavirus setelah Seminggu Liburan di Bali dan Naik Lion Air
Baca: Kemenkes Bantah Kabar Warga Negara China Positif Terkena Virus Corona setelah Berkunjung dari Bali
Adalja menambahkan, keempat virus corona lainnya juga bersifat musiman.
Oleh karena itu, virus corona baru memiliki kemungkinan untuk mereda usai musim semi dan memasuki musim panas.
Di sisi lain, ahli epidemiologi di Columbia University, Stephen Morse, mengungkapkan kemungkinan bahwa virus Corona akan menjadi lebih ringan dan mirip dengan empat virus pendahulunya.
Namun, Morse berkata, dia akan terkejut jika itu terjadi.
"Saya tidak cukup optimis untuk berpikir bahwa virus yang satu ini akan seperti yang lainnya (empat virus Corona sebelumnya)," ujar Morse.
"Mungkin itu bisa terjadi, tetapi itu akan memakan waktu," imbuhnya.
Virus 2019-nCoV disebut mirip dengan wabah SARS pada 2003 silam.
Keduanya adalah virus corona yang berasal dari kelelawar.
Selain itu, kedua virus tersebut kemungkinan berasal dari hewan yang ditularkan ke manusia di pasar basah China.
Kedua virus memiliki 80 persen kecocokan DNA.
Oleh karena itu, dampak dari wabah corona baru bisa mirip dengan SARS.
SARS menewaskan 774 orang dan menginfeksi lebih dari 8.000 orang dari November 2002 hingga Juli 2003.
Namun, wabah ini menghilang pada 2004.