Bertato dan Garang, Pria Pensiunan Preman Ini Dirikan Panti Asuhan dan Pondok Pesantren

Penulis: Abdurrahman Al Farid
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bertato dan tampak garang, Prianggono akhirnya pensiun dari preman lalu dirikan panti asuhan dan pondok pesantren.

"Saya nakal dari SMP, sudah minum, sudah punya tato, jualan obat (pil) koplo juga. Saya dikeluarkan dari SMA itu gara-gara ketahuan membawa pil koplo banyak di dalam tas," ucapnya.

Baca: Bebas! Mandala Shoji Ceritakan Pengalaman di Penjara, Satu Sel dengan Preman hingga Mantan Pembunuh

Baca: Sehari-hari Hanya Main Game Online, Pria Ini Bisa Beli Mobil Mewah seharga Rp 1 Miliar

Kehidupannya yang kelam itu membuat Prianggono menjadi preman.

Prianggono selalu mengambil jatah uang dari sejumlah pemilik toko yang ada di salah satu wilayah di Semarang.

"Di Pamularsih ada toko-toko itu, setiap bulan saya mendapatkan jatah. Tapi ya uang jatah itu habisnya hanya buat minum," ungkapnya.

Di Semarang, Prianggono sempat bekerja sebagai penjaga malam di sebuah rumah di daerah Simpang Lima Semarang.

Prianggono kemudian bekerja di sebuah bank sebagai office boy hingga penagih khusus kartu kredit.

Selama perjalanan hidupnya, berbagai hal buruk telah dia lakukan.

"Saya setiap hari minum, ya macam-macam, maksiat lah," ungkapnya.

Merasa jenuh, Prianggono lantas bertekad untuk meninggalkan kehidupannya yang kelam.

Hal lain yang mendorongnya, yaitu karena dia sudah mempunyai istri.

Prianggono mulai memikirkan masa depan keluarganya.

"Ada titik jenuh juga, terus galau, gelisah akan hidup. Saya itu seorang laki-laki punya istri, nanti ke depanya akan seperti apa kalau seperti ini terus," ungkapnya.

"Alhamdulillah, saya waktu itu belajar sedekah. Awalnya tahun 2009, gara-gara nonton TV tentang sedekah," imbuhnya.

Warung Kongsuu milik Prianggono di Desa Widodomartani, Kecamatan Ngemplak sebagai usaha untuk menghidupi panti asuhan. (KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)

Prianggono pun akhirnya memutuskan untuk memulai hidup baru.

Ia meninggalkan Semarang dan pindah ke Sleman, Yogyakarta.

Di kota ini dia memulai hidup baru bersama istrinya.

Ia kemudian membuka usaha dengan berjualan soto.

Dari sana juga ia kenal dengan komunitas Islam.

Semenjak itulah, Prianggono rajin beribadah. Hingga ia mempunyai keinginan untuk mendirikan panti asuhan.

"Waktu itu mimpi saya itu saya buat di kos-kosan, di kos saya gambar panti asuhan. Alhamdulillah dalam waktu satu tahun dua bulan terlaksana," ucapnya.

Halaman
123


Penulis: Abdurrahman Al Farid
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer