Virus corona menjadi salah satu wabah yang menghebohkan seluruh dunia saat ini.
Dilansir oleh South China Morning Post, hingga hari ini, Kamis (6/2/2020), jumlah orang yang sudah infeksi virus corona ini tembus angka 28.266 kasus.
Sementara jumlah pasien meninggal dunia mencapai 565 orang.
Obat dan vaksin untuk virus corona ini pun juga masih belum ditemukan.
Berbagai cara dilakukan pihak pemerintah China dan negara lain untuk mengurangi penyebaran virus.
Sebelumnya, sejumlah negara telah melakukan evakuasi pada warga negaranya yang berada di Wuhan, China.
Baca: Update Virus Corona hingga 6 Februari 2020: Total 565 Orang Meninggal Dunia, 28.266 Kasus Terinfeksi
Baca: 2 Kasus Baru Virus Corona Di Korea Selatan, Pria Itu Pergi Ke Singapura Untuk Konferensi
Selain evakuasi tersebut, adanya wabah ini juga berdampak pada sektor ekonomi dan bisnis.
Beberapa perusahaan telah menutup tokonya di China seperti Samsung, Apple, hingga Google.
Mengutip dari LearnBonds, wabah virus corona menjadi epidemi paling mahal di dunia dalam 20 tahun terakhir.
Virus dengan kerugian terbesar berdasarkan data yang dikumpulkan oleh LearnBonds, virus corona, yang paling banyak menginfeksi di China, diproyeksikan menghabiskan dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara pada kuartal pertama tahun 2020.
Adapun persentase tersebut senilai 62 miliar dollar AS atau sekitar Rp 847,21 triliun.
Dengan perhitungan ini, diperkirakan dampak terhadap PDB global dapat lebih tinggi.
Wabah ini juga kemungkinan bisa membahayakan pertumbuhan China karena sebagian besar aktivitas usaha dihentikan.
Jika virus tidak dapat dikendalikan, situasi serupa dapat terjadi di bagian lain dunia.
Saat ini, China memprioritaskan pengelolaan virus ini.
Pemerintah mengalokasikan sekitar 12,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp 175,17 triliun untuk pemeriksaan medis dan peralatannya.
Di tempat lain, bank-bank terkemuka menurunkan suku bunga untuk bisnis-bisnis kecil dan individu-individu di wilayah-wilayah yang paling terdampak virus seperti di Provinsi Hubei.
Virus corona juga diproyeksikan menjadi epidemi yang paling banyak menelan biaya jika dibandingkan dengan wabah penyakit lain, termasuk ebola, flu babi, atau lainnya dalam dua puluh tahun terakhir.
Proyeksi ini terlepas dari fakta bahwa penyakit-penyakit sebelumnya seperti flu babi dan ebola yang memiliki total kasus kematian lebih tinggi.