Merdeka Belajar terdiri atas empat program pokok antara lain, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.
Berikut ini adalah empat program pokok Merdeka Belajar dilansir dari Tribunnews.com.
Baca: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nadiem Makarim mengembalikan penyelenggaraan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) kepada pihak sekolah.
"Pada 2020, USBN itu akan diganti, dikembalikan ke esensi UU Sisdiknas kepada semua setiap sekolah untuk menyelenggarakan ujian kelulusannya sendiri," ujar Nadiem.
Menurut Nadiem, pengembalian penyelenggaraan USBN kepada pihak sekolah sesuai dengan esensi dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Nadiem menjelaskan UU Sisdiknas mengamanatkan bahwa murid dievaluasi oleh guru dan sekolah. Sementara sistem USBN yang lama tidak memberikan kebebasan bagi sekolah.
"Dengan adanya USBN, semangat kemerdekaan untuk menentukan penialain yang tepat untuk kelulusan anak itu tidak terjadi atau tidak optimal," tutur Nadiem.
Meski begitu, kebijakan ini tidak memaksakan bagi guru untuk membuat soal sendiri. Sekolah bahkan bisa menggunakan soal USBN pada tahun sebelumnya atau dari sekolah lain asal sesuai dengan kurikulum 2013.
Soal untuk ujian juga diberi kebebasan bagi sekolah. Sekolah dapat membuat penilaian dengan jenis esai, portfolio, dan penugasan lain seperti karya tulis dan tugas kelompok.
"Jadi ini kita memberikan kemerdekaan bagi guru-guru penggerak di seluruh Indonesia untuk menciptakan konsep penilaian yang lebih holistik dan benar-benar menguji kompetensi dasar kurikulum kita dan bukan hanya hafalan saja," kata Nadiem.
Baca: Viral Video Driver Ojol Pukul Seorang Pemuda Diduga Pelaku Order Fiktif, Ini Penjelasan Pihak Go-Jek
Baca: Prakiraan Cuaca Kamis 12 Desember 2019: Waspada Hujan Petir di Wilayah Jambi hingga Manado
Nadiem Makarim mengungkapkan alasannya menghapus Ujian Nasional (UN).
Mengutip hasil sebuah survei, Nadiem mengatakan, materi UN terlalu padat dan lebih banyak materi hafalan.
"Materi UN itu yang terlalu padat sehingga cenderung fokusnya adalah mengajarkan materi dan menghafal materi. Dan bukan kompetensi," ujar Nadiem.
Selain itu, UN juga membuat para siswa, guru hingga orang tua stres karena hanya digunakan untuk indikator keberhasilan siswa. Padahal menurut Nadiem, UN adalah untuk penilaian sistem pendidikan.
Nadiem menyebut UN hanya menilai aspek kognitif dan belum menyentuh karakter siswa secara menyeluruh.
"Isunya adalah ini sudah menjadi beban stres bagi banyak sekali siswa, guru, dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," tutur Nadiem.
Seperti diketahui, akhirnya membeberkan program pengganti ujian nasional (UN).